Minggu, 29 Agustus 2010

Berjumpa dengan Mrs Hape

-->
Siang itu, Sabtu (28/9) saya memang menyengajakan diri dengan sedikit berjalan-jalan ke area pertokoan. Kebetulan hari itu saya berniat mengganti hand phone (Hp) China yang sudah lama menemani ini. Maka berhentilah saya ke sebuah kawasan pertokoan pusat jual beli Hp di Singosaren. Saya pun memilih dan memilah bermacam-macam Hp yang ditawarkan si penjual. Sambil menimbang-nimbang Hp apa yang cocok untuk saya.
Tak lama kemudian, seorang wanita datang dengan mimik serius dan geraknya tergesa-gesa. Umurnya sekitar 40 tahun namun karena penampilannya terbilang nyentrik tak begitu terlihat usianya yang hampir setengah abad itu. Dia berdandan dengan bedak yang cukup tebal, guratan pensil alis dan gincu merah tampak begitu jelas menghias wajahnya. Rambutnya yang panjang dibiarkannya terurai, cukup satu penjepit dia sematkan dibagian poni mungkin agar rambutnya tak menghalangi wajahnya.
Dia nampak begitu sibuk. Sang penjual Hp pun bercakap-cakap dengannya cukup singkat. Setelah itu, si wanita sibuk menekan tombol dalam kalkulator yang ada di depannya. Transaksi berlangsung cukup singkat. Si wanita menyerahkan Hp berwarna merah dan menukarnya dengan yang berwarna keemasan. Setelah memberikan beberapa lembar uang dia pun berlalu.
Saya berpikir, mungkin begitu ya salah satu transaksi antarpara penjual Hp. Namun dugaan saya sepertinya meleset. “Kalau ada penghargaan itu orang pantes masuk Muri,” ujar si penjual. Saya pun bertanya-tanya, apa hubungannya Hp dengan Museum Rekor Indonesia ya?. Sambil mengira-ngira mungkin transaksi yang dilakukannya mencapai triliunan rupiah atau bagaimana begitu.
“Itu orang paling lama beli Hp cuma tahan seminggu,” tambah si mas penjual Hp. Maksudnya bagaimana itu? Saya berusaha mereka-reka dan menghubungkan fakta. Sang penjual pun bercerita, wanita yang baru saja mampir di counternya menukar Hp yang baru kemarin dibelinya. “Dia kalau beli Hp paling pol seminggu, selebihnya bisa dua atau tiga hari kembali ke sini minta tukar Hp yang lain,” jelasnya. Saya pun tak sanggup menahan tawa. Bagaimana bisa seseorang melakukan itu semua? Mengganti Hp setiap saat dalam hitungan hari. Astaga!
Belum habis keheranan saya, si penjual mengatakan wanita itu sudah terbiasa datang ke kiosnya. Dia pun menghitung sendiri berapa yang harus ia bayarkan dikurangi potongan yang ada. “Dia ngitung sendiri harganya, aku tinggal terima uang,” terang si penjual. Hal itu membuat saya tak pelak tertawa terbahak-bahak. Ada ya orang seperti itu.
Selang 15 menit setelah si wanita itu meninggalkan counter, saya belum juga menemukan Hp yang cocok. Koran bergenre Hp saya bolak-balik sekadar melihat harga dan spesifikasi barang yang mengena di hati. Beberapa lama kemudian, alangkah terkejutnya saya. Si wanita itu tiba-tiba datang lagi.
Dia mengeluhkan Hp yang baru saja ditukarkannya. Sang penjual pun mengecek barang yang diperlihatkan si Ibu itu. “Ya udah ganti yang lain aja,” kata si wanita. Mas penjual pun segera mengeluarkan Hp lain. Si wanita segera mengotak-atik Hp baru yang ada di hadapannya. Setelah melihat detil dan mengecek Hp baru itu, si wanita kemudian menyambar kalkulator dan mulai menghitungnya. Tak ada 10 menit, transaksi selesai dilakukan.
Sekarang, entah apalagi, tertawa sudah saya lakukan. Namun setelah melihat tingkah si ibu rasanya saya ingin berguling-guling di lantai. Sebegitu mudahnya dia bergonta-ganti Hp. Saya mulai bertanya-tanya apa pekerjaannya, berapa gajinya sehingga dia mampu dengan sekehendak hati membuang lalu mengganti Hp dalam hitungan detik. Sementara saya harus menunggu lama untuk sekadar ingin memiliki Hp baru…Alangkah lucunya…saya ingin tertawa…hahahahahaha

Sabtu, 21 Agustus 2010

Sudut Kota (episode 1)

Rasanya baru kemarin menginjakkan kaki di sebuah wilayah yang boleh dibilang pinggiran. Wilayah itu cukup kecil jika dibandingkan dengan empat kecamatan lainnya. Selain itu, masyarakat dan pamong pemerintahannya cukup aman dan damai. Memang, kecamatan ini bukan daerah yang rawan konflik. Namun, masyarakat di sini mempunyai tipikal tersendiri.
Susunan rumah mereka juga khas sekali dengan daerah perkotaan. Rumah satu dengan lainnya begitu berdekatan sehingga tak ada yang bisa disebut sebagai halaman. Karena ruang itu boleh jadi sudah masuk ke dalam akses jalan. Maka masalah yang timbul tak jauh-jauh dari sanitasi dan air. Maklum, dengan proporsi tempat seperti itu seringkali tak punya ruang untuk sedikit terbuka. Sementara di beberapa tempat banyak terserang masalah kesehatan terutama demam berdarah.
Mereka harus rela berbagi kamar mandi. Sebab tak semua rumah mempunyai fasilitas yang penting ini. Kemudian dibangunlah tempat MCK komunal yang terdapat di kampung-kampung itu. Proyek sanimas pun juga bertebar di sudut-sudut tempat padat penduduk ini. Bahkan di beberapa lokasi mereka membuat dapur komunal. Rumah dengan ukuran 3 x 4 pun tak jadi soal. Asal punya tempat untuk sekadar beristirahat dan berkumpul bersama keluarga.
Di sudut lain, ada beberapa kawasan dijadikan tempat usaha. Misalnya ada satu kawasan yang hampir sekampungnya berprofesi sebagai pembuat blangkon. Setiap pagi, di gang sempit itu berjajar blangkon-blangkon dengan berbagai jenis dan bentuk. Belum lagi sebuah daerah yang memproduksi kok yang biasa digunakan dalam olahraga badminton. Ada pula yang masih eksis mengembangkan tradisi dengan melestarikan pembuatan tosan aji atau keris beserta sarungnya.

Selasa, 17 Agustus 2010

MERDEKA MERDEKA MERDEKA!!!

Kata-kata itu akan terngiang seharian ini. Maklum saja negeriku tercinta hari ini tepat berusia 65 tahun. Memang lumayan tua untuk ukuran umur manusia namun untuk urusan lainnya masih terlalu muda. Bagaimana tidak, di usianya yang sudah menginjak lebih dari setengah abad, negeriku yang elok nan permai ini masih tertinggal jauh.

Banyak sekali pekerjaan rumah (PR) yang meminta jatah untuk segera diselesaikan. Meski telah berpuluh tahun merdeka, negeri ini masih akrab dengan masalah. Urusan yang tak kunjung mereda itu tak jauh-jauh dari

URUSAN PERUT

Negeriku ini berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa, namun belum semuanya bisa merdeka. Mereka belum merdeka dari kemiskinan, ketertinggalan, kebodohan dan masalah pelik lain. Yang miskin makin irit yang kaya makin menggunung

Apapun itu, inilah negeriku. Permadani hijau yang terhampar dari Sabang sampai Merauke belum mampu mengangkat martabat rakyatnya ke level layak. Bebatuan alam yang terkandung di perut bumi negeri ini tak jua mampu mengisi perut penduduknya. Maka, dengan terpaksa banyak yang belum bisa makan 3 kali sehari apalagi minum susu. Masih ada yang putus sekolah karena

MAHALNYA BUKU DAN SERAGAM.

Di usianya yang ke-65 tahun, ada banyak harapan tertuang di setiap inci negeri bernama INDONESIA ini....

semoga negeri ini bisa tegak berdiri dengan kakinya sendiri

mereka yang di atas jangan terlalu sering melongok ke atas lagi,

garis batas bernama miskin semoga segera sirna

agar setiap warga negara asli Indonesia mendapat hidup layak.

bisa makan cukup, pendidikan cukup, kesehatan cukup, pekerjaan cukup

aman, damai dan sentosa

Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya




Sabtu, 14 Agustus 2010

Ramadhan Karim

Ada rindu yang terselip saat bulan ini datang menyapa. Tak cuma karena seharian menahan lapar dan dahaga tetapi belaian Ramadhan memberikan kesejukan tersendiri. Dari masjid-masjid terdengar senandung ayat yang saban hari menggema ke seluruh penjuru.

Belum lagi ketika waktu berbuka tiba. Terselip rezeki tersendiri bagi mereka yang menjajakan beragam menu berbuka puasa. Mulai dari kolak, dawet, es buah hingga berbagai menu dan lauk pauk. Semua tertumpah ruah di jalan melambai para pengendara dan pejalan sekadar mampir menjumput satu atau dua manisannya.

Malampun memberikan aroma yang berbeda. Saat Isya' tiba, telah berderet shof di rumah ibadah. Meski terkadang baris shof itu mulai berkurang seiring mendekati hari raya. Selepas tarawih, membawa berkah sendiri bagi anak-anak itu. Mereka mengerumuni jaburan yang memang disediakan khusus bagi mereka. Makanannya pun bermacam-macam, ada snack, roti sampai gorengan.

Tadarus ayat-ayat Nya tak luput dari lisan. Sungguh enak, sementara seorang mengaji lainnya pun menyimak sambil melahap makanan yang tersaji. Terkadang ada yang memberikan jaburan super enak namun kadang juga makanan yang aneh. Kalau sudah begitu ya tinggal pilih.

Terlepas dari semuanya, Ramadhan memberi warna tersendiri. Bulan penuh kesempatan emas bagi mereka yang mau habis-habisan memburu hadiah Nya.

Tadarus rindu ayat-ayat Nya, sujud panjang di malam Nya, berbagai kepada sesama ciptaan Nya...

Ramadhan Karim, semoga masih bisa berjumpa lagi...

Jumat, 13 Agustus 2010

Indahnya Kotaku Nyamannya Tamanku


Seorang bapak tampak memegang cangkul, di depannya terhampar sawahnya yang ditumbuhi padi serta tanaman lainnya. Gambar itu yang terpotret dalam selembar kertas gambar yang sedang diwarnai oleh Aya, gadis kecil berjilbab yang sedang asyik mewarnai ditemani sang ibu.

Gadis kecil bernama lengkap Athaya Kusuma ini dengan serius sedang mewarnai langit dengan warna oranye dan kuning. “Ini gambar orang di sawah lagi mencangkul,” ujarnya saat dijumpai sambil tersenyum-senyum, Minggu (8/8).

Sementara itu di sudut lain, Diana sedang asyik menyelesaikan gambarnya. Dalam gambar itu tertulis kata Jurug di plengkungan gapura yang dibuatnya. Dia menggambar sebuah kereta kuda dengan anak-anak sebagai penumpangnya. Mereka menuju sebuah tempat wisata yaitu Jurug. “Udah pernah ke Jurug kok,” ujarnya sambil bercerita ada apa saja di Taman Satwa Taru Jurug yang pernah dikunjunginya.

Gadis kecil bernama Diana Hari ini baru duduk di bangku kelas III SD. Akan tetapi, dia mengaku sudah sering ikut lomba menggambar sejak TK. Diana mengaku tak pernah ikut les menggambar ataupun mewarnai. “Kan ada ibu yang mengajari di rumah,” tuturnya sambil terus sibuk mewarnai hasil gambarnya.

Anak-anak usia TK dan SD ini berkumpul di area Assalam Hypermarket dalam rangka lomba menggambar dan mewarnai. “Lomba ini memang untuk mendukung pameran buku yang sedang berlangsung,” ujar Seksi Acara Lomba, Neng Siti Kholis saat dijumpai, Minggu (8/8).

Lomba ini terdiri dari dua kategori, lomba mewarnai untuk playgroup dan TK serta lomba menggambar untuk SD kelas I-III. Lomba mewarnai tersebut bertema Indahnya Alam Desaku dan lomba menggambar dengan tajuk Indahnya Taman Kota Solo.

Neng mengatakan lomba ini masih satu rangkaian atau sebagai acara pendukung Pameran Buku Nasional yang digelar Jumat (30/7 – 8/8) di Assalam Hypermarket. “Pemenang akan mendapatkan trofi, sertifikat dan uang pembinaan,”pungkas Neng.

Di antara rak-rak tua, segudang ilmu ditawarkan

Bangunan itu terlihat sangat tua dibanding bangunan dan rumah yang berada di sekelilingnya. Maklum saja, sebuah ruang yang dimanfaatkan untuk perpustakaan ini berusia hampir 50 tahun. Bangunan serta atapnya masih asli hanya bagian dinding yang mengalami beberapakali perbaikan seperti pengecatan ulang.
Letak perpustakaan Islam Surakarta cukup mudah dicari. Lokasinya berada di deretan Gedung Umat Islam di depan lapangan Kartopuran Kecamatan Serengan. Perpustakaan ini ada seiring dibangunnya gedung sejak tahun 1960. Selama puluhan tahun tersebut puluhan buku tersimpan rapi di deretan rak-rak buku.
Perpustakaan ini di bawah naungan Yayasan Kesejahteraan Pemuda Islam (Yakpi). Dalam hal pengelolaannya dibantu yayasan serta sumbangan dari berbagai pihak, termasuk para anggotanya.
Tercatat tahun 2006 saja koleksi perpustakaan ini mencapai 11 ribu buah buku. “Sekarang mungkin sudah 15 ribu,” ujar Ketua Pelaksana Harian Perpustakaan Islam Surakarta, Agus Sarwanto saat ditemui di sela kesibukannya, Selasa (10/8). Agus menambahkan masih ada sekitar 115 buku sumbangan dari Bank Indonesia yang belum terdata.
Meskipun berlabel Islam, 60 % buku yang dimiliki perpustakaan ini adalah bergenre umum. Sementara sisanya 40 % bernuansa islami seperti tafsir. Buku-buku berbau motivasi dan fiksi seringkali diburu para pembaca.
“Apalagi waktu
booming Laskar Pelangi, antre bukunya panjang sekali,” tutur Agus. Lelaki yang sudah mengabdi puluhan tahun ini menambahkan 2.218 orang tercatat sebagai anggota perpustakaan ini. Para anggota perpustakaan berasal tidak hanya di dalam Solo melainkan masyarakat luar Solo pun banyak yang berunjung. Diakui Agus lebih banyak yang sekadar datang dan membaca daripada mencatatan diri sebagai anggota.
Berbagai cara ditempuh untuk menarik minat masyarakat dalam hal membaca. Seperti bekerja sama dengan pihak sekolah serta mengadakan lomba-lomba. Perpustakaan ini juga rajin menyebar pamflet dan brosur baik untuk menyosialisasikan keberadaan perspustakaan atau agenda yang akan digelar.
Agus menambahkan pada hari biasa sekitar 30 pengunjung datang. Akan tetapi jika musim liburan atau ramadhan seperti sekarang, pengunjung bisa melonjak hingga ratusan. “Keinginan kami ingin membuat perpustakaan yang lebih representatif,” jelasnya.
Diakui Agus dalam hal pendataan buku, Perpustakaan Islam Surakarta sudah melakukan komputerisasi. Namun untuk peminjaman masih dilakukan secara manual.

Kamis, 12 Agustus 2010

Dari bubur banjar rasa berbagi bermula


-->
Jarum jam masih menunjukkan pukul 16.00, artinya masih ada dua jam lagi sebelum bedug maghrib menggema tanda berbuka puasa. Namun sore itu, Kamis (12/8), bubur banjar, menu buka puasa khas masjid Darussalam Kelurahan Jayengan ini sudah ludes. Padahal sebanyak 25 kg bubur disediakan bagi warga yang ingin menyantap menu khas Banjar ini.
Selepas asar, warga sudah hilir mudik ke masjid. Di tangan mereka ada yang menenteng rantang makanan, piring ataupun mangkok. Hamidah misalnya, ibu berjilbab ini sudah berkali-kali sengaja datang demi serantang bubur. “Sudah dari sejak nenek saya bubur ini sudah ada, enak lagi,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Takmir masjid sampai harus mengeluarkan jatah ta’jil sebanyak 10 kg sebab warga masih datang untuk sekadar mencicipi bubur ini. “Besok lagi abis asar, Pak,”ujar Koordinator Lapangan Pembagian Bubur, Anwar Kurnain kepada warga sambil memberikan bubur ke rantang .
Tak ada yang tahu pasti kapan tradisi membuat bubur banjar ini mulai dilakukan. Menu khas berbuka puasa di masjid Darussalam, Kelurahan Jayengan ini khusus hadir menyapa para jamaah selama bulan puasa.
Ratusan warga setiap hari datang demi menyantap bubur yang kata orang enak ini. Mereka yang datang bukan hanya warga setempat tetapi warga yang berasal dari luar seperti Cemani, Pajang, Gumpang dan Boyolali sering mampir demi sepiring bubur.
Bubur ini sekilas tampak seperti bubur ayam. Namun yang berbeda adalah bumbu dan racikan yang teramu dalam bubur. Ada daging sapi, bumbu-bumbu seperti rempah-rempah dan sayuran seperti wortel dan daun bawang juga susu.
“Dari sejak saya kecil bubur sudah ada,” ujar Ketua Takmir masjid Darussalam, HM Rosyidi Muchdlor di serambi masjid, Kamis (12/8). Rosyidi bercerita kemungkinan bubur ini ada seiring dengan berdirinya masjid sekitar tahun 1965.
Menurut Rosyidi, masjid ini sendiri didirikan oleh orang-orang yang berasal dari Banjar, Kalimantan sekitar tahun 1965. Dalam tradisi berbuka puasa orang sana memakan bubur memang suatu kebiasaan.
Akhirnya turun temurun bubur itu selalu hadir menemani saat berbuka para jamaah. “Tahun 1985 baru bubur itu dibuat untuk warga luas,” terang Rosyidi di sela menanti waktu duhur. Sebelumnya pembuatan bubur banjar sendiri dikhususkan untuk kalangan jamaah yang ada di masjid. Namun lambat laun bubur tersebut akhirnya dapat menggigit lidah masyarakat bahkan sampai ada yang sudah menitip rantang sejak pagi hari.
Setidaknya sekitar 35 kg beras dihabiskan untuk pembuatan bubur ini. Selain dimasak khusus untuk bulan Ramadhan, bubur ini juga disajikan saat bulan Syuro dan Nisfu Sya’ban.
Bubur banjar ini juga disebut bubur samin sebab minyak samin dipakai untuk lebih menyedapkan bubur ini. “Sejak dulu bubur ini hanya ada dua rasa, enak dan enak sekali,” pungkas Anwar sambil tertawa terbahak-bahak.