Kamis, 26 Juli 2012

Karimunjawa, Pulau Rp3miliar



Saya tak punya alasan jelas kenapa saya memilih Karimunjawa untuk berpetualang. Singkat kata sampai juga di pulau utara Jawa ini. Karimunjawa terdiri dari puluhan pulau yang mengitari pulau besar.Konon, pulau-pulau kecil di surga bawah laut ini dimiliki secara perseorangan. Wah, saya tak bisa membayangkan mempunyai pulau sendiri dengan panorama seseksi Karimunjawa.  
Namun sayang, mereka yang memiliki pulau kecil di Karimunjawa justru orang asing.Mendengar cerita ini membuat hati miris. Bagaimana bisa daratan seelok ini diperjualbelikan begitu saja. Apalagi dengan orang luar. Aduh, hati saya rasanya pedih.

Tetapi, kalau disuruh membeli pulau seharga Rp3miliar, membobol bank mana dulu ya. Wisatawan yang datang memang diperbolehkan singgah di pulau-pulau pribadi itu. Namun, tentunya dengan membayar retribusi sekitar Rp10.000 setiap orangnya.Sebelum diukur dengan uang segepok itu, dulu pernah ada pulau yang dibeli hanya dengan harga Rp600.000. Semakin geleng-geleng kepala bagaimana ya membeli sebuah pulau?!



Apapun itu, Karimunjawa tetaplah cantik. Akan lebih cantik jika pulau-pulau itu tetap dijaga oleh tangan kita sendiri. Atau apakah karena tidak ada yang mau mengurusnya ya? Hehehe


The island of Karimunjawa is given by God for us. This is our duty to keep it well. If we don’t  treat it good might be God must be think once more to take it back...hehehe

bersambung...

Rabu, 25 Juli 2012

Akhirnya, Kursi Roda itu Datang juga


Adrian, anak berusia 10 tahun itu hanya terduduk kaku di pangkuan sang nenek, Sunarti. Tubuhnya yang kaku sejak lahir membuat cucu pertamanya ini tak bisa tumbuh dengan baik. Ia terkena celebral palsy sejak lahir.  
Sang nenek, Sunarti merasa senang menemani cucunya untuk mendapatkan kursi roda baru. Maklum, alat kesehatan ini tergolong mahal untuk dibeli bagi buruh tani seperti dia.
Nenek dua anak ini sedih setiap kali melihat sang cucu. Warga Simo ini tanpa henti merawat dan menjaga cucunya sementara ibu si anak bekerja.
Adrian tak bisa ditinggal kemana-mana lantaran ia tak bisa duduk maupun berbicara. Anak 10 tahun itu hanya mampu tergolek kaku di ranjang ataupun di lantai.
“Saya senang dengan adanya bantuan kursi roda ini untuk cucu saya. Dia ini tidak bisa ditinggal pergi. Bicara dan duduk juga tidak bisa,” tuturnya di Panti Asuhan Pamardi Utomo beberapa hari lalu.
Serupa, sesosok gadis cilik yang akrab dipanggil Syifa itu terbaring kaku di atas meja. Di sampingnya, duduk sang ibu, Karima yang dengan sabar dan telaten menjaga sang putri.
Di usianya yang telah 9,5 tahun, putri kecil yang bernama lengkap Nafarila Syifa ini tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mampu tergolek di atas kasur maupun alas lain. Sejak lahir, putri ketiga dari pasangan Karima dan Budi Harsoyo, warga Cepogo ini menderita celebral palsy. Praktis, aktivitas apapun itu dilakukan di tempat.
Karima merasa senang, sang putri mendapatkan bantuan kursi roda. Ia dan sang suami pun sengaja datang untuk menerima langsung kursi roda bantuan dari United Cerebral Palsy (UCP) Yogyakarta ini.
Kedua orangtua Syifa yang bekerja serabutan ini tak mampu membelikan Syifa alat bantu kesehatan seperti kursi roda. Adanya bantuan ini sangat membantu sang putri bungsu dalam kesehariannya.
Sebanyak 23 penyandang difabel di Boyolali mendapat bantuan kursi roda dari lembaga kemanusiaan United Cerebral Palsy (UCP) Yogyakarta kerjasama dengan Pemkab Boyolali. Dari 40 jatah bantuan kursi baru 23 buah yang diserahkan. Sedangkan sisanya belum bisa diberikan lantaran penerima rumah yang sangat jauh.


Perwakilan UCP, Sri Lestari menuturkan, bantuan ini merupakan hasil pengukuran kursi roda pada awal Juni lalu. Ia berharap, di Boyolali memunyai tenaga ahli sendiri untuk kursi roda. Hal ini untuk memudahkan layanan kepada mereka penyandang difabel.

Yoga, Anak Hebat Karimunjawa

Berlibur ke Karimunjawa saya dan kawan-kawan memilih untuk menginap di rumah penduduk. Selain harganya relatif murah, kita bisa mengenal langsung dengan warga asli pulau di utara Jawa ini.
Selama empat hari dan tiga malam singgah di Karimunjawa, saya menginap di rumah seorang nenek dengan satu cucu. Rumah itu cukup luas namun, nampak sangat sederhana. Jarak sekitar 20 meter dari rumah sang nenek, terhampar lautan lepas. Bahkan, dari jendela kamar kami terlihat sekali titik-titik berwarna biru beraroma asin bernama laut itu.
Yoga (3)

Rumah sederhana itu terdiri dari tiga ruang yang cukup besar dan empat kamar. Saat musim liburan, rumah ini memang sengaja disewakan untuk wisatan yang hendak berlibur di Karimunjawa. Tiga kamar untuk tempat tidur sedangkan satu kamar lagi untuk salat. Sementara sang nenek dan seorang cucunya yang masih kecil tidur di sebuah kasur yang letaknya cukup disekat dengan lemari televisi.
Ketika pertama kali berjumpa dengan sang nenek dan cucunya tidak ada yang terlalu istimewa sampai kami mengenal sosok Yoga, si cucu yang tinggal bersama eyangnya itu. Ia begitu pendiam saat pertama bersua. Usianya kira-kira masih tiga tahun. Anak seumur itu mungkin sedang asik-asiknya bermain.
Namun, Yoga begitu unik. Di usianya yang sudah tiga tahun, ia tak banyak bicara. Yang ia lakukan sekadar senyum, tertawa kecil dan malu-malu kucing saat mencoba kami sapa. Padahal anak seumuran dia biasanya sudah cari perhatian jika bertemu dengan orang lain.
Kami tak begitu tahu mengapa ia hanya tinggal dengan sang nenek. Di rumah yang sederhana itu hanya tergantung foto sang ibu saat menikah. Ketiadaan foto sang ayah menjadi tanda tanya besar.
Setelah sehari menginap di rumahnya, ia masih tampak malu-malu untuk memperlihatkan dirinya. Ketika itu, adik saya yang ikut dalam rombongan pun berinisiatif mendekatinya. Ia mulai dengan hal-hal kecil dan pada akhirnya Yoga lengket dengan adik saya.
Kemana adik saya pergi, si kecil itu turut serta. Kecuali saat kami serombongan berwisata keliling pulau dari pagi hingga sore hari. Ia yang mulanya malu-malu mulai berani menunjukkan diri.
Sesekali tawanya terdengar sangat renyah. Bahkan, ia berani berinteraksi dengan kami. Akhirnya, kata demi kata keluar dari bibir mungilnya. Kami semakin penasaran dengan anak ini. Apa yang menjadikan si kecil ini begitu unik.
Dari guide tour akhirnya kami tahu tentang kisah pilu si kecil. Yoga, anak yang masih polos itu tak tahu apa-apa ketika sang ayah bercerai dengan ibunya. Ayahnya kini sudah mempunyai keluarga baru. Begitu halnya dengan sang ibu. Maka tinggalah ia dengan neneknya di Pulau Karimunjawa ini.
Tetaplah menjadi anak yang saleh Yoga. Semoga kelak kamu menjadi anak yang sukses, berbakti pada orangtua dan membanggakan nenekmu.

Sabtu, 14 Juli 2012

Karimunjawa, Pulau yang Super Keren


Adalah mimpi yang menjadi kenyataan ketika saya bisa menginjakkan kaki di daratan Pulau Karimunjawa. Pulau yang menurut saya termasuk eksotis dan menawan. Lelahnya perjalanan darat dan laut untuk menuju pulau di utara Pulau Jawa ini terbayar lunas dengan pemandangan laut serta pantainya yang aduhai.
Siapapun yang pernah singgah di pulau ini pasti sepakat dengan pendapat saya tentang bagaimana cantiknya daratan ini. Perjalanan untuk sampai ke gugusan kepulauan yang masih masuk Kabupaten Jepara ini cukup mudah. Hanya saja Anda harus bersabar untuk menyeberangi luasnya Laut Jawa.


Ada dua alternatif yang bisa kita ambil untuk sampai ke Karimunjawa. Kini transportasi laut semakin dipermudah dengan adanya kapal cepat. Namun, jika ingin menikmati sensasi selama setengah hari di laut, Anda bisa memilih kapal feri KMP Muria yang berlayar setiap dua hari sekali dari pelabuhan Kartini Jepara. Menaiki kapal muatan ini lamanya bisa sampai enam jam. Bersiaplah bagi yang punya mabuk laut untuk tidak lupa meminum obat anti mabuk dulu sebelum berlayar. Biasanya kapal ini berangkat sekitar pukuol 09.00WIB. Manakala penumpang sudah penuh, kapal bisa berangkat lebih dari awal dari yang dijadwalkan.Aroma laut sudah tercium begitu kaki menapaki dermaga Karimunjawa. Anda bisa memilih untuk berwisata secara mandiri atau ikut agensi wisata yang sudah banyak ada di pulau ini. Jika tak mau repot, cukuplah ikut travel agen yang akan membawa Anda berwisata ke pantai-pantai yang seksi di pulau ini. 



Jika memilih untuk berwisata mandiri juga tidak masalah. Karena di pulau yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya ini menyediakan berbagai fasilitas penginapan mulai dari kelas hotel hingga rumah penduduk. Mereka juga menyewakan kapal-kapal kecil untuk berlayar serta perlengkapan snorkling. Selain itu, pilihlah waktu saat musim sepi liburan. Pantai dan laut akan serasa milik Anda pribadi. Sebab, jika ke Karimunjawa saat liburan, terlalu banyak wisatawan yang membuat petualangan Anda jadi kurang menarik. Pilihlah bulan-bulan Maret, April ataupun Mei. Saat itu, kondisi laut juga stabil serta tidak bertepatan dengan liburan sekolah. Berlibur di Karimunjawa adalah pilihan yang sangat tepat. Pantainya yang bersih berpadi dengan pasir putih berderet di sejumlah pulau yang mengelilingi pulau utama. Karimunjawa terbagi menjadi dua wilayah antara kepulauan timur dan barat. Setiap pulau pun memiliki ciri khas sendiri-sendiri. 


Saking banyaknya pulau, saya sampai lupa nama-namanya. Ada Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Tengah, Cemara Besar, Cemara Kecil, Tanjung Gelam dan banyak lagi. Wisata ke sini Anda harus bersiap menceburkan diri di laut. Bahkan, Anda harus berani bersnorkling ria untuk melihat eloknya pemandangan bawah laut. Beragam jenis ikan ada di sini. Ada pula ikan yang khas seperti nemo biru maupun ikan lain. Namun, Anda perlu juga hati-hati saat bersnorkling. Tidak bisa sembarang karang di laut boleh dipegang. Bisa jadi itu adalah tumbuhan yang beracun maupun hewan yang punya duri-duri tajam.


Bersambung...


Tenongan dan Nyadran Pererat Persaudaraan



Pagi-pagi benar warga Dukuh Kuncen, Desa Samiran, Kecamatan Selo sudah tampak rapi. Mereka sengaja berdandan khusus untuk hari istimewa yakni sadranan. Ritual sadranan di dukuh ini digelar pada hitungan kalender Jawa, 22 bulan Ruwah yang jatuh pada hari Jumat tanggal 13 Juli.
Ratusan kepala keluarga beserta keluarganya pun berbondong-bondong pergi ke makam Mbah Kuncen yang terletak di lereng Merapi ini. Mereka pun telah bekerja bakti membersihkan makam yang dipercaya sebagai tempat istirahatnya leluhur Dukuh Kuncen ini.
Tak lupa pula warga ini membawa tenongan. Yakni, tempat penyimpanan berbentuk bulat dan berisi aneka makanan. Tenongan ini hanya bisa didapati saat musim sadranan saja.
Salah satu warga, Suwarno menuturkan, ritual ini sudah turun-temurun ada sejak puluhan tahun lalu. Awalnya, sadranan dengan maksud mendoakan para leluhur maupun anggota keluarga yang telah meninggal dunia ini diikuti beberapa keluarga saja. Akan tetapi, pada perjalanannya semakin banyak masyarakat yang turut serta.



“Warga berkumpul di makam kemudian diadakan tahlilan. Ini dimaksudkan mendoakan leluhur yang sudah lebih dulu meninggal dunia,” katanya.
Suwarno pun bercerita, mereka yang ikut nyadran bukan hanya warga Kuncen saja melainkan masyarakat yang memunyai anggota keluarga yang dimakamkan di dukuh ini. Ketika doa-doa usai dipanjatkan, warga mulai membuka tenongan dan saling berbagi makanan.

Makanan yang dibawa dan disajikan beraneka macam kecuali nasi. Ada yang berupa jadah, wajik, roti hingga buah-buahan seperti kelengkeng, jeruk dan semangka.
Warga lain, Nardi mengungkapkan, selepas berdoa di makam, warga setempat biasanya saling berkunjung. Mereka mendatangi tetangga-tetangga dengan maksud bersilaturahmi.
Di masing-masing rumah pun telah disediakan makanan. Mulai dari makanan ringan sampai nasi dan lauk-pauk. Menurutnya, ramainya sadranan lebih meriah dibandingkan saat Lebaran tiba.


“Sadranan  di sini sudah sejak tahun 1954. Awalnya hanya 8 KK kini diikuti sekitar 230KK,” katanya.
Ia berharap, sadranan ini bisa mempererat persaudaran baik antar warga setempat maupun dengan warga lain. Di samping itu, nyadran menjadi sarana saling berkunjung dan silaturahmi keluarga dekat dan jauh.

Rabu, 11 Juli 2012

Menyapa siang terik di Pantai Indrayanti


Menikmati siang yang terik di kawasan pantai di Gunung Kidul Yogyakarta mungkin bisa menjadi alternatif keluarga untuk berlibur. Salah satunya adalah Pantai Indrayanti. Pantai ini terletak satu garis pantai dengan Krakal, Kukup, Pulau Drini dan Sundak.

Pantai ini tak jauh beda dengan lautan khas pesisir Wonosari, Gunung Kidul. Berpasir putih dengan pantai yang landai komplet dengan karang serta desiran ombak samudra yang dahsyat.

Saya mengendarai sepeda motor untuk sampai ke tempat ini. Dari Solo dengan berkendara kurang lebih sekitar tiga jam perjalanan. Cukup mudah untuk menemukan lokasinya. Jika dari arah Candi Prambanan ambil jalan ke arah Wonosari. Dari sana akan banyak papan petunjuk yang bertuliskan pantai-pantai.

Sesampainya di Wonosari, akan ada dua pilihan jalan yakni ke Baron atau Krakal, Kukup. Jika ingin ke Indrayanti, bisa memilih yang sejalan dengan Pantai Krakal-Kukup.


Memakai motorpun cukup irit. Sekitar Rp20.000 untuk isi bensin penuh sudah bisa sampai ke lokasi. Sebelum masuk ke area wisata, di gerbang cukup membayar Rp2.000 setiap orangnya. Sesampainya di pantai, untuk upah titip motor hanya Rp2.000. Murah kan?



Tapi, alangkah baiknya menyiapkan diri dulu sebelum bepergian jauh. Apalagi jika mengendarai motor. Jangan lupa memakai helm standar plus sarung tangan dan penutup mulut agar tak terkena banyak debu. Jangan lupakan pula untuk mengenakan jaket yang cukup tebal.

Pastikan kendaraan yang dipakai juga dalam kondisi baik. Terutama 
mesin, lampu serta keadaan keseluruhan sepeda motornya. Jarak antara pengisian bbm seperti SPBU dari pantai cukup jauh, hehehe.

Boleh dibilang pantai ini cukup bersih. Tak ada sampah yang berserakan seperti di umumnya pantai-pantai seperti Parangtritis. Mungkin karena sudah banyak dikenal wisatawan, jadi banyak turis juga yang menyambangi tempat ini.


Begitu masuk ke area pantai, semilir angin bakal menyambut dengan khas. Di pinggir pantai ada sederet gazebo untuk tempat bersantai. Anda bisa sekadar memesan makanan maupun minuman sambil menikmati indahnya pemandangan di selatan Kota Jogjakarta ini. 
bersambung...