Senin, 10 November 2014

The Story of Goryeo (3): Surga Kenangan Dinasti Joseon

Salah satu bagian di Secret Garden/rid.
Mengunjungi Korea Selatan tak bisa dilepaskan dari sejarahnya. Seperti halnya Jepang, Korsel yang kini sudah menjadi sebuah negara republik ini berawal dari Dinasti Joseon. Maka dari itu, akan sangat sayang sekali jika Anda bertandang ke Negeri Ginseng ini tak mengunjungi istana-istana peninggalan masa lalu yang masih terjaga dengan sangat baik hingga saat ini.
Setidaknya ada lima istana besar yang terletak di Seoul, yakni Gyeongbokgung, Changdeokgung, Changgyeounggung, Gyeonghuigung, dan Deoksugung. Dari empat istana ini, Gyeongbokgung lah yang terbesar dan menjadi main palace. Meskipun istana-istana ini sempat dibakar di masa invasi Jepang ke Korea, pemerintah kemudian merestorasinya dan mempertahankannya sesuai dengan aslinya.
Sayangnya, saya hanya sempat mengunjungi tiga istana (Gyeongbokgung, Changdeokgung, dan Changgyeounggung) ketika berada di Seoul, Oktober lalu. Namun, itu sudah lebih dari cukup untuk belajar sejarah masa lalu negara empat musim ini.
Dari ketiga istana itu saya benar-benar jatuh hati pada Secret Garden, sebuah tempat yang menjadi bagian dari istana Changdeokgung yang dibangun pada tahun 1405. Tak seperti bagian dari istana lain yang boleh dimasuki para pengunjung tanpa pemandu wisata atau guide tour kapan saja, hanya pada jam-jam tertentu Secret Garden atau Huwon boleh dikunjungi.

Bagian dari istana utama, Gyeongbokgung/rid.
Saya dan kawan seperjalanan saya pun bertanya-tanya mengapa dinamakan Secret Garden atau Rear Garden. Maka kami pun membayangkan taman yang besar dan dilengkapi kolam serta paviliun khas istana Korea. Dugaan kami tak sepenuhnya salah, memang ada taman, kolam dan paviliun, tetapi aslinya tempat ini sungguh indah.
Kami dan belasan turis asing lainnya dipandu oleh pemandu berbahasa Inggris memasuki kawasan Secret Garden. Nuansa sejuk berlatar hijaunya pohon menyambut kami begitu melewati gerbang dengan Huwon. Konon hanya keluarga kerajaan yang diperbolehkan datang ke sini. Sebab tempat yang juga disebut Geumwon atau Biwon ini untuk tempat relaksasi keluarga raja.
“Istana ini adalah favorit raja. Sebab memang diperuntukkan untuk tempat istirahat. Maka dari itu, sebagian besar diisi taman, yang paling menyenangkan adalah Secret Garden ini,” ujar pemandu kami yang bahkan tampil lengkap berpakaian tradisional Korea, Hanbok.
Dan benar saja Secret Garden langsung bikin saya jatuh cinta. Luas sebenarnya taman tersembunyi ini mencapai 32 hektar. Di dalamnya tumbuh tanaman yang jumlahnya lebih dari 26.000 buah yang berasal lebih dari ratusan jenis spesies yang berbeda. Bahkan, dari berbagai jenis pohon itu ada yang berumur lebih dari 300 tahun.
Sejumlah bangunan yang ada di Huwon ini juga sangat berbeda dari bagian lain di istana Changdeokgung. Semuanya dibangun sesuai dengan selera sang raja yang ternyata lebih sederhana dari bangunan lainnya. Warna paviliunnya pun sangat alami, coklat dan putih, sesuai warna alam.
Berada di sini saya seperti tak mau pulang, sangat nyaman, tenang, dan sejuk. Kami tak menyangka ada tempat seperti ini di tengah hingar-bingar kota supersibuk Seoul ini. Saya seperti berada di tengah hutan terpencil, hahaha.

Bagian dari istana utama, Gyeongbokgung/rid.
Berkunjung ke istana Gyeongbokgung adalah yang paling melelahkan. Bagaimana tidak capek mengelilinginya jika istana yang dibangun pada tahun 1395 dan menjadi lambang kebesaran Dinasti Joseon ini memiliki luas mencapai 40 hektar. Bahkan awalnya istana ini punya 7.700 kamar dengan total 500 buah bangunan di dalamnya.
Belajar sejarah dari tempat sekeren ini memang tak akan pernah bosan. Apalagi ternyata main palace ini berdekatan dengan Blue House atau Cheong Wa Dae, istana kepresidenan Korsel. Sebuah kesempatan yang langka bisa melihat bangunan penting ini yang dulu hanya saya tahu dari drama Korea City Hunter yang dibintangi superstar Korea, Lee Minho atau serial Three Days yang dibintangi Park Yoo Chun, personel boy band JYJ.
Akan tetapi, saya sempat khawatir tak bisa melihat Blue House lantaran kami mesti melewati gerbang yang dijaga banyak polisi. Para pengunjung dengan penampilan “agak” mencurigakan pun jadi sasaran petugas keamanan ini. Saya pun tak luput dari perhatian mereka karena penampilan saya yang memang berbeda, berjilbab. Petugas baru memperbolehkan saya lewat setelah menanyakan dari negara mana saya berasal.
“Kenapa ditanya macam-macam seh. Kita kan enggak mau ngapa-ngapain,” kata teman saya.
Istana Kepresidenan Blue House atau Chong Wa Dae/rid.
Saya pun sudah mempersiapkan diri untuk hal-hal semacam ini. Selain warna kulit kami yang jelas berbeda dengan orang Asia Timur, penutup kepala yang saya kenakan memang selalu menjadi perhatian. Entah itu di mall, subway, hingga di jalan. Namun, saya kira itu tak jadi soal karena kami datang dengan maksud baik dan tak berbuat macam-macam.
Jika bosan dengan wisata jenis ini, Anda bisa memilih yang lebih modern seperti mengunjungi Namsan Tower atau Seoul Tower. Di tempat ini Anda bisa menyaksikan view Kota Seoul dari ketinggian dengan naik cable car. Seoul yang sibuk di siang hingga sore hari atau Seoul yang cantik penuh lampu warna-warni di malam hari.
Jangan lupa pula sempatkan mampir di Bukchon Hanok Village. Tempat ini adalah kampung tradisional Korea. Awalnya ini merupakan pemukiman dan tempat tinggal para pejabat dan anggota keluarga kerajaan Dinasti Joseon. Kini sudah menjadi aset pribadi dan sering kali dijadikan tempat pengambilan gambar untuk film, drama, hingga foto prewedding.
Atau jika ingin menghabiskan seluruh isi dompet, Seoul adalah surganya belanja. Ada banyak pilihan tempat belanja barang branded di Doota, COEX mall atau Lotte Mart, hingga di tempat berharga miring seperti di Dongdaemun dan Myeongdong. Jika ingin souvenir khas Korea Anda bisa pergi ke Insadong, atau ingin bergaya anak muda bisa mampir ke Hongdae.  

Gembok cinta di Namsan Tower/rid.

Minggu, 09 November 2014

The Story of Goryeo (2): K-Pop Love and Hate

Banner Big Bang di K-Live Store, Seoul/rid.
Tak dapat dimungkiri kepergian saya ke Seoul lantaran penasaran dengan K-Pop, terutama karena kawan perjalanan saya, Ata, yang tergila-gila dengan boy band  ternama Negeri Ginseng, Big Bang. Maka agenda berkunjung ke agensi artis K-Pop pun pantang ia lewatkan ketika kami datang ke Seoul, Oktober lalu. Bagi para K-Pop lovers, tak boleh melewatkan belanja aksesoris sang bintang dengan harga miring yang bisa Anda temukan di kawasan Myeongdong Underground Shopping Center.
Sebenarnya dalam daftar kami ada banyak agensi K-Pop Idol yang ingin dikunjungi. Mulai dari YG, JYP (2PM, 2AM), FNC Entertainment (CNBLUE dan FT Island), hingga Cube (Beast). Tapi sok padatnya jadwal membikin kami mesti memilih salah satu. Pergi ke YG Entertainment semacam jadi kunjungan wajib terutama bagi kawan saya.  
Akhirnya sampailah saya di rumah para artis K-Pop di bawah naungan YG Entertainment di kawasan  Mapo-gu, Hapjeong-dong. YG Building ini memang memiliki bangunan yang unik dan mencolok. Kawan saya yang merupakan fans berat leader Big Bang, G-Dragon, ini  tak henti-hentinya tertawa dan tersenyum karena mimpinya untuk menyambangi agensi boy band kesayangannya terwujud sudah.

YG Building di Mapo-gu, Hapjeong-dong, Seoul/rid.
Kunjungan yang terbilang singkat itu sedikit dramatis. Selain berulang kali salah jalan, hujan deras menyambut kami dan membuat kami tertahan di sana hingga sore hari. Untungnya, di depan agensi bintang Korea yang menggemparkan dunia, Psy, ini ada minimarket sehingga kami bisa mengisi perut yang kelaparan sekaligus tempat berteduh.
Ternyata kami tak sendiri nongkrong di depan YG. Ada fans dari berbagai negara yang juga berharap bisa bertemu penyanyi idolanya. Beberapa dari mereka berasal dari Tiongkok dan Hong Kong. Fans asal Tiongkok itu malah tampil totalitas lewat pakaian yang dikenakannya. Ia meniru gaya member 2NE1, Sandara Park, yang mengenakan topi hitam besar, yang sempat dipakai dalam video klip Missing You. Bahkan, saya cukup kaget karena salah satu kenalan kami asal Hong Kong bisa berbahasa Melayu dan menyapa kami.
Perkenalan yang unik karena efek K-Pop. Malahan di saat yang bersamaan ada cowok Korea yang rela menemani pacarnya pergi ke YG. Sama seperti fans lainnya, ia tentunya berharap berjumpa dengan sang idola. Entah penampakan Big Bang, 2NE1, atau boy band anyar YG, Winners, hingga calon bintang mereka macam BI atau Bobby.
“Saya benci K-Pop, apa itu. Mereka hanya bisa jual tampang dan sok tahu tentang musik. Mereka itu cuma pintar jualan,” ujar Jin Woo, teman Korea yang sempat menemani saya berkeliling beberapa hari sebelum saya pergi ke YG.
Saya juga kaget karena K-Pop bagi sejumlah orang Korea sendiri adalah hal yang tak menarik. Maka ketika Jin Woo mengeluarkan unek-unek-nya soal K-Pop, kawan saya agak marah. Mereka pun terlibat perang kata-kata antara lover dan hater K-Pop. Saya dan pacar Jin Woo, Yesul, hanya bisa tertawa melihat pertengkaran yang akhirnya berakhir bahagia di warung makan Tteokbokki (kue beras).

Rapper Big Bang, TOP, saat fans meeting/Ata.
Kegilaan soal K-Pop tak berhenti di sini. Demi menuruti keinginan kawan saya untuk bertemu salah satu member Big Bang, TOP, di sebuah acara fans meeting pun rela kami lakoni. Kawan saya sempat shock karena acara yang dimaksud ternyata tidak ada di Hyundai Departement Store di Apgujeong-dong yang kami kunjungi. Apalagi perjalanan dari guest house kami di daerah Sungkyunkwan University cukup jauh dari Apgujeong.
Suasana menyebalkan itu berubah drastis ketika ternyata fans meeting itu digelar di mall yang berada di samping Hyundai Departement Store. Teriakan para VIP (sebutan fans Big Bang) pun memenuhi tempat ini demi melihat sang idola, TOP, berdiri di depan mereka.
Jika saya memilih hanya sekadar melihat dari tempat yang agak jauh, maka kawan saya rela naik turun eskalator demi mendapatkan foto rapper Big Bang ini. Inilah untuk kali pertama saya melihat langsung sosok Idol K-Pop. Berbeda dengan teman saya yang sudah berulang kali nonton konser mereka. Konser YG Family di Singapura pun rela ia sambangi, busyettt.

Fans meeting pemeran film Fashion King di Doota Mall, Seoul/rid.
Selama di Seoul kami juga cukup beruntung bisa melihat langsung aktor Joo Woon yang menjadi pemeran utama dalam drama Bridal Mask dan Good Doctor dan Ahn Jae-hyun yang dikenal lewat perannya dalam drama You are All Surrounded bersama Lee Seung Gi. Ketika itu keduanya sedang mempromosikan film terbaru mereka, Fashion King, di Doota Mall di Dongdaemun.
“Saya tak percaya kalau K-Pop itu terkenal karena saya tak begitu menyukainya. Baru ketika saya pergi ke sejumlah tempat di Asia Tenggara saya sadar fenomena ini. Mereka selalu menanyai saya soal K-Pop begitu tahu saya dari Korea,” kata Karen, teman Korea saya ketika saya berkunjung ke rumahnya di Busan.
Begitu pula ketika saya dan teman berkunjung ke rumah Karen di Busan. Beruntungnya ketika itu baru berlangsung Busan International Film Festival (BIFF) yang mengambil tempat di Haeundae beach. Pergelaran film akbar yang diselenggarakan setiap tahun ini semakin menarik lantaran lokasinya berada di pantai.
Di tempat ini kami beruntung bisa melihat sosok salah satu aktor besar Korea, Jung Woo Sung, yang bermain dalam satu drama action-nya yang nge-hits, Athena. Ketika itu aktor 41 tersebut tengah mempromosikan film terbarunya, Scarlet Innocence
K-Pop hingga Korea Wave memang tengah menjadi tren tersendiri. Ini adalah buah dari kreasi industri hiburan berlatar kultur Pop yang mungkin suatu saat bakal hilang ditelan waktu, *ups (siapsiap dijitak), hahaha. 

Pemeran film Scarlet Innocence di Busan International Film Festival/rid.

The Story of Goryeo (1): Annyeong Seoul

King Sejong Statue di Gwanghamun Square, Seoul, Korea Selatan/rid.
Drama tak seindah kenyataan. Mungkin kalimat itulah yang sekiranya pantas menggambarkan sedikit cerita dari hasil melakukan kunjungan singkat ke sebuah negeri di Asia Timur, Korea Selatan. Padahal dibanding pergi ke negara yang terkenal dengan K-Pop ini saya sebenarnya lebih penasaran untuk pergi ke negara satu daratan mereka, Korea Utara. Tapi apa daya, mekanisme yang mesti saya lewati untuk mendapatkan izin ke negara yang cukup tertutup itu terbilang rumit.
Maka perjalanan nekat untuk menyambangi tanah kelahiran King Sejong itu terlaksana juga di awal Oktober lalu. Meski pada mulanya saya sempat dibuat deg-degan lantaran visa baru keluar sepekan jelang keberangkatan. Akhirnya sampai juga di Korsel, tepatnya di Seoul.
Namun, ini justru membuat saya mengerti bagaimana berurusan dengan surat izin ke luar negeri di luar Asia Tenggara hingga mengatur tempat tinggal selama berada di Korea. Semua saya lakukan untuk kali pertama. Saya kira ini pengalaman yang sangat berharga yang tak bisa Anda dapatkan jika sekadar mengikuti trip sebuah travel agent.
Sebelum menjejakkan kaki saya ke surganya K-Pop ini mungkin ekspektasi saya terlalu tinggi. Maklum, saya mengenalnya Negeri Ginseng ini lewat drama, ikon musik K-Pop yang melejitkan nama-nama besar seperti Big Bang, Super Junior, 2NE1, SNSD, dsb hingga para atletnya macam Lee Yong Dae (pebulu tangkis) dan Park Ji Sung (pesepak bola).
Maka yang tertanam dalam ingatan saya, Korea Selatan adalah sebuah tempat yang sangat menyenangkan seperti dalam serialnya. Tempatnya yang indah sampai betapa ramah dan santunnya negara yang kini dipimpin oleh seorang presiden perempuan untuk kali pertama, Park Geun Hye.

View Han River dari Namsan Tower, Seoul/rid.
Memori saya ini tak semuanya salah. Sebab ketika sesekali tersesat karena bingungnya menggunakan subway, orang Korea selalu mau dimintai tolong. Bahkan, tak jarang dari mereka mengantarkan saya ke jalur yang tepat, yang seharusnya saya pilih.
Sebenarnya tak sepenuhnya hal indah itu hilang dari ibu kota Korsel yang mengusung slogan Hi Seoul ini. Hanya beberapa hal membuat saya sedikit mengalami culture shock. Saya kira sebagai orang Timur mereka masih sangat berpegang teguh dengan tata krama adat ketimuran, terutama soal hubungan khusus lelaki dan perempuan.
Di kota yang menjadi salah satu kota terbesar di dunia ini tak berlaku kata tabu. Tabu bagi para pasangan untuk saling mengumbar kemesraan di depan umum. Mungkin jika sekadar saling berpegangan tangan itu pun juga banyak dilakukan di Indonesia. Tapi jika adegan kamar seperti berpelukan, skin ships yang kelewat batas hingga berciuman itu bisa dilakukan di sembarang tempat, membuat saya sangat shock. Mereka tak malu melakukannya di jalan, subway, mall, stasiun, di mana-mana.
Padahal dalam drama mereka memperlihatkan betapa tak mudahnya untuk mengenal satu sama lain hingga bagaimana sopannya jalinan cinta kasih mereka. Meski memang setiap drama selalu ada adegan ciuman dan berpelukan.

Sepasang kekasih Korea tengah menghabiskan waktu di Namsan Tower, Seoul/rid.
Seorang kawan saya yang baru saja menamatkan studi Sastra Korea di sebuah universitas pun berani mengatakan apa yang tengah menjadi trend di Korsel adalah budaya barat yang kebablasan. Cerita-cerita jelek pun mengiringi fenomena ini. Mulai dari jika pacaran itu pasti sudah melakukan hubungan layaknya suami istri, sampai berapa lamanya jalinan cinta ini berjalan sesuai dengan bagaimana lihainya mereka di atas ranjang.
“Ya, emang mereka begitu mbak. Orientasinya ya bisa sekolah bagus, punya karier tinggi dan tentunya pasangan. Jangan kaget kalau mereka tebar kemesraan di jalan, mbak,” tutur Alvi, kawan saya tamatan Sastra Korea ini.
Saya seperti ingin tidur saja ketika seorang teman Korea dan pacarnya menemani saya di hari pertama saya di Seoul. Tingkah mereka membikin saya ingin segera pulang ke guest house dan tidur. Kadang hal semacam ini saya jadikan bahan bercanda dengan kawan perjalanan saya. Lantaran kami hanya pergi berdua dan sama-sama perempuan. Pergi ke tempat seeksotis ini tanpa teman lelaki atau ditemani pacar, hahaha.
Selain euforia K-Pop, Korsel juga dikenal sebagai surganya dunia kosmetika dan fashion. Hampir di setiap sudut Kota Seoul toko kosmetik menjamur seperti kacang goreng. Jadi jangan heran jika sepanjang jalan di sini hanya akan bertemu laki-laki dan perempuan cantik nan stylish. Berbagai merek kosmetik pun laku keras. Tak heran jika baik perempuan atau lelaki sama hobinya, dandan.
Mereka juga punya selera tinggi soal gaya berpakaian. Saya seperti ada di catwalk lantaran melihat mereka begitu mahir memadupadankan baju dan aksesoris lainya macam topi, syal, gelang hingga sepatu. Persis seperti yang ada di drama, Jjang !
Sebaliknya beberapa di antara mereka heran melihat pakaian saya. Tatapan penasaran mengiringi keberadaan saya di beberapa spot, seperti di subway, jalan dan tempat lainnya. Saya mafhum karena saya mengenakan jilbab. Mungkin mereka heran mengapa saya memakai penutup kepala dan mengenaikan pakaian serba panjang.

Saya dan teman-teman asli Korea di Buckhon Hanok Village.
Bahkan, serombongan mahasiswa mengajak saya berkenalan ketika saya mengunjungi Bukchon Hanok Village di kawasan Gyedong-gil, Jongno-gu. Selain penasaran dengan pakaian, rok, dan jilbab yang saya kenakan, mereka ternyata pernah belajar Bahasa Indonesia. Mereka pun asyik berbahasa dan sedikit kaget karena saya membalas obrolan mereka dengan Bahasa Korea.
Satu hal yang membikin saya ingin kembali ke sini suatu hari nanti, meski terkesan individualis, orang Korea itu ramah. Saya jadi ingat ketika pergi ke Haneul Park di kompleks World Cup Stadium di Seongsan-dong, Mapo-gu, ada ibu-ibu yang menawari kami makan kacang kenari. Begitu pula ketika berjumpa ahjussi (sebutan untuk paman) di tempat ini. Meski ia tak bisa berbahasa Inggris, ia rela mencarikan jalan untuk kami yang ingin melihat Hangang River. Bahkan, ia memberikan bekal makanan dan minuman yang dibawanya untuk kami.

Atau saya juga ingin kembali ke Busan untuk mengunjungi kawan sekaligus saudara kami yang baru. Ia berbaik hati menawarkan tempat menginap di apartemennya yang punya pemandangan luar biasa dari balik jendelanya. 

Taman di Gyeongbokgung Palace, Seoul/rid.