Marc Marquez menangi GP Malaysia, Minggu (26/10/2014)/rid |
Deru
suara mesin motor yang sangat membisingkan telinga mendominasi seantero Sirkuit
Sepang, Malaysia, Minggu (26/10/2014) siang itu. Saking kerasnya geberan motor
itu sampai bikin merinding bulu kuduk saya. Mungkin bagi sebagian orang mereka
akan langsung pergi menjauh dari kebisingan yang bikin jantung dag dig dug
ini, tetapi bagi saya dan ratusan ribu orang di sini inilah yang sengaja hendak
kami temui di Sepang.
Ah,
entah sudah berapa lama saya memimpikan berada di antara keramaian ini. Riuh
suara motor balap yang dulu hanya sebatas angan-angan terwujud sudah. Balapan
motor yang saya tonton bukan sekadar aku kebut biasa, melainkan racing
nomor satu di dunia, MotoGP. Saya sampai lupa kapan jatuh cinta pada olahraga
ini. Yang saya ingat, dulu namanya masih kelas 500 cc, baru di musim 2002 resmi
diganti MotoGP seiring dengan teknologi canggih yang mengikutinya.
Udara
yang sangat panas plus teriknya matahari tak mengendurkan semangat ratusan ribu
orang yang ingin menyaksikan idola balap mereka. Meski balapan ini digelar di
Malaysia, mungkin separuh penontonnya ini orang Indonesia. Saya sendiri kaget
ketika bapak-bapak yang duduk di bangku sebelah saya di main grandstand adalah
orang Jawa. Dia dan sejumlah temannya asyik ngobrol medhok Jawa yang
bikin saya berpikir seperti balapannya digelar di Sentul, Bogor, hahaha.
Lantaran
di Indonesia tak jadi tuan rumah MotoGP, maka mereka pun rela terbang ke Sepang
setiap tahunnya demi menonton adu kebut jet darat ini. Maka tak heran jika
dalam perjalanan dari kota mana pun di Indonesia, entah Jakarta, Jogja, hingga
Palembang tujuan Kuala Lumpur saat digelarnya MotoGP ini, penerbangan pun banyak
dijejali penumpang Tanah Air.
Termasuk
bapak-bapak yang seat-nya berdekatan dengan saya ketika menaiki maskapai
Air Asia dari Jakarta ke Kuala Lumpur saat itu. Obrolan kami langsung nyambung
begitu tahu saya ke KL untuk menonton balapan. Bahkan, bapak-bapak asli Jakarta
ini lebih keren karena hampir tiap tahun tak pernah absen. Idolanya bisa
ditebak, siapa lagi kalau bukan Valentino Rossi, sang legenda hidup MotoGP.
Pakaian balap dan motor VR46 musim 2014/rid |
Sepang
seperti rumah bagi Rossi. Juara dunia tujuh kali MotoGP itu bahkan punya tribun
khusus yang kental aroma khas pembalap berjuluk The Doctor ini, lengkap berhias
warna kuning menyala, hijau dan biru-nya Yamaha. Tak hanya itu, penonton yang
memadati sirkuit sepanjang 5,543 km ini seakan membuat kesepakatan bersama
mendukung rider asal Italia itu.
Sejauh
mata memandang di Sepang bertebaran fans dengan memakai kaos bergambar
The Doctor atau sekadar bertulis angka 46, nomor motor kebanggaan Rossi. Di
antara dominasi penggemar setia Rossi, terselip fans Marc Marquez, Jorge
Lorenzo, hingga Nicky Hayden.
“Darimana
dik? Suka pembalap yang siapa?” sapa dan seorang bapak khas logat Melayu
yang duduk di samping kiri saya di tribun utama di depan paddock.
“Indonesia,
Bapak. Saya tahu pasti dukung Rossi, ya Pak ?” jawab saya seraya mengadili sang
bapak yang saya kira sebagai fans The Doctor.
Dan
benar saja. Ia mengangguk pelan sebagai tanda membenarkan tebakan saya. Dia pun
turut menebak siapa rider idola saya. Saya pun langsung menunjuk ke paddock
Honda Racing Coorporation(HRC) yang berada di seberang tak jauh dari tempat
saya duduk.
“Ah,
Marc Marquez. Dia pembalap muda yang oke,” katanya.
Saya
pun tertawa mengiyakan. Saya pun bertanya mengapa si bapak tidak menyebut Dani
Pedrosa? Toh, ada dua jagoan Honda. Apalagi Dani terbilang pembalap senior. Sedangkan
Marquez anak baru kemarin sore, hahaha.
Kata
si bapak bertopi merah dan memakai kaos gambar Rossi itu, tak mungkin saya suka
Dani. Pasti kesengsem sama Marquez. Tebakannya pun tak saya bantah.
Maklum saja, kehadiran Spaniard belia di lintasan balap itu sejak dua
musim lalu menjadi magnet tersendiri. Tak hanya muda, ceria, dan bertalenta, rider
yang bernomor motor 93 ini juga punya paras rupawan. Untuk kategori terakhir
itu jelas subjektivitas saya, hehehe. (Baca Catatan MotoGP 2014 )
Tak
seperti ketika jatuh hati dengan sepak bola lantaran tak mau kalah dengan
teman-teman sekolah saya yang lelaki yang setiap awal pekan selalu membicarakan
bola, menyukai balap motor terjadi begitu saja. Saat itu Rossi masih bersaing
ketat dengan pembalap Amerika Serikat, Kenny Robert Jr. di era 2000-an dan
kejuaraan balap motor masih bernama 500 cc. Belum ada nama-nama seperti
Lorenzo, Pedrosa, apalagi Marquez.
Poster di stand Repsol Honda di Sepang/rid |
Awalnya
saya memang mengidolakan The Doctor selama bertahun-tahun. Terutama ketika ia
pindah ke Yamaha di musim 2004. Termasuk ketika ia mulai perang dengan Lorenzo
yang resmi jadi pembalap MotoGP dengan berseragam Yamaha di musim 2008. Garasi
Yamaha sampai terbagi menjadi dua lantaran kedua rider ini bersitegang.
Selama berada di tim pabrikan Jepang ini pembalap kelahiran Tavullia, Italia,
(Rossi) itu mempersembahkan empat gelar juara dunia (2004, 2005, 2008, 2009).
Selebihnya, musim 2010 dan 2012 menjadi milik Lorenzo dan mantan jagoan Honda,
Casey Stoner (2007, 2011), dan Nicky Hayden (2006).
Makin
tua makin jadi, itulah gambaran sosok pembalap yang terkenal kocak di luar
lintasan ini. Selepas dua musim terjebak di Ducati , yakni 2011 dan 2012, sang
seniman balap kembali ke garasi Yamaha. Bukannya penampilan merosot, The Doctor
malah kian garang di usianya yang tak lagi muda. Pembalap muda yang lebih segar
dan kuat boleh datang di balapan kuda besi terbaik di dunia ini, tapi Rossi
tetap yang paling diidolakan. Bahkan, ia masih sangat difavoritkan menjadi
juara dunia untuk kali ke-10 (di semua kelas balap) di musim 2015 ini.
Tapi,
saya mulai berpaling ke lain hati ketika melihat si anak baru gede (ABG) asal
Spanyol, Marc Marquez. Saat itu remaja asal Cervera, Spanyol, tersebut masih
berlaga di kelas Moto2 di musim 2011-2012. Kejuaraan Moto2 yang awalnya tak
begitu saya lirik mulai saya lihat. Aksi-aksi menawannya dalam sejumlah seri
bikin saya tambah kagum. Ia hanya butuh waktu semusim untuk menjadi juara dunia
Moto2 2012. Apalagi ketika ia resmi digaet Honda untuk menggantikan Stoner di
kelas MotoGP di musim 2013. Dua musim di MotoGP sebanyak itu pula ia langsung
menjadi juara dunia. Saya makin kesengsem dengan pembalap yang kini berusia 22
tahun itu.
Bahkan,
saking senangnya saya rela berganti motor bercorak mirip dengan motor balapnya
RC213V. Kalau diperbolehkan saya malah ingin memiliki motor Honda 250 cc yang
versi Repsol agar benar-benar mirip dengan kuda besi si Baby Alien. Tapi, demi
membeli itu saya mesti rela puasa berbulan-bulan untuk tak pergi kemana pun dan
itu susah, hahaha
My beloved rider number/rid |
Sebenarnya
saya ingin memanfaatkan kesempatan langka berjumpa dengan para pembalap MotoGP
itu selama berada di Sepang. Maka saya berniat menyambangi sirkuit yang sedang
menggelar sesi kualifikasi, Sabtu (25/10/2014). Akan tetapi, rencana tinggal
rencana lantaran saya lebih terpikat untuk menjelajahi tempat lain di Malaysia
sebelum bertolak ke Sepang saat balapan. Melaka pun jadi pilihan singkat untuk
berkunjung. Cukup sehari semalam berada di sebuah tempat nan bersejarah ini.
Meski saya akhirnya sedikit menyesal karena melewatkan sesi berburu foto dan
tanda tangan pembalap sehari sebelum perlombaan.
Alhasil,
saya harus puas melihat mereka dari jauh saat racing, Minggu
(26/10/2014). Berada di sirkuit ini dan menyaksikan mereka tak sekadar dari
layar televisi adalah hal yang luar biasa. Merasakan bagaimana jantung seakan
dibikin copot lantaran bising aspal motor balap itu meraung-raung tiada
hentinya. Suaranya memang sangat menggelegar dan membikin bulu kuduk merinding.
Saking kerasnya, suara deru motor itu masih terdengar ketika si pembalap sudah
melesat jauh.
Sebelum
menyaksikan menu utama, yakni balapan MotoGP, terlebih dulu digelar Moto3 lalu
Moto2. Terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara tiga kelas balap ini. Dari
segi fisik jelas begitu kentara. Mulai dari ukuran motor, mesin hingga gaya
para pembalap. Menonton Moto3 itu seperti melihat dan mendengar bisingnya motor
Ninja keluaran Kawasaki dengan knalpot tanpa filter. Suaranya memang keras,
tapi telinga saya seakan masih memakluminya.
Beranjak
ke Moto2 ketegangan mulai terasa. Ukuran motor kejuaraan yang dulu bernama
kelas 250 cc ini jelas lebih besar dari Moto3. Suaranya juga lebih bising dan
meraung. Setidaknya, gelegar yang berasal dari knalpot motor Tito Rabat dkk.
sedikit membikin merinding.
Para pembalap Moto3 di Sepang/rid |
It’s show time for MotoGP !!!
Baru
juga memanaskan motor di paddock, suara motor kelas balap terbaik di
dunia ini sukses bikin jatung berdebar-debar. Ketika itu terlihat motor milik
Nicky Hayden tengah dikeluarkan dari garasi Aspar Racing Team. Angka 69
tercetak jelas di motor berwarna hijau metalik kepunyaan juara dunia 2006 itu.
Perlahan-lahan satu demi satu motor pembalap MotoGP bermunculan di depan paddock.
Lantaran
sesi MotoGP segera dimulai, para rider papan atas itu satu per satu
memasuki lintasan. Saya seakan memanggil satu-satu para pembalap untuk mengecek
kehadiran mereka. Tentu saja yang paling saya tunggu adalah munculnya Marquez
dari garasi Honda. Tak perlu waktu lama
untuk melihat mereka mulai masuk trek. Lorenzo, Pedrosa, hingga Alvaro
Bautista, Aleix Espargaro dan sang adik, Pol Espargaro.
Lagi-lagi
Rossi yang mendapat sambutan paling meriah dari tribun penonton. Pembalap
senior yang saat itu berusia 35 tahun keluar dari garasi Yamaha dan memasuki
lintasan sambil sesekali melambaikan tangan ke arah penonton. Di tribun jangan
ditanya bagaimana meriahnya. Mereka tak berhenti meneriakkan nama VR46.
Melihat
mereka menggeber kuda besi dengan kecepatan lebih dari 200 km/jam sukses
membikin jantung dag dig dug. Bahkan, saking cepatnya ketika mereka
sudah melewati satu tikungan, suaranya masih terdengar keras. Kamera semi SLR
yang saya bawa gagal menangkap momen-momen itu karena mereka melesat sangat
cepat. Atau mungkin karena saya yang kurang mahir memainkan kamera, hahaha.
Kesedihan
itu sedikit terobati dengan jepretan beruntun lewat kamera hand phone
saya. Tak apalah saya harus memotret ratusan frame hanya demi MotoGP. Meskipun
kurang jelas, tapi cukup menangkap gerak laju Rossi, Marquez, Pedrosa, dan
Lorenzo-lah.
Marc Marquez dan Valentino Rossi di Sepang/rid |
“Selamat,
jagoannya menang. Marquez top,” ujar si bapak penggemar Rossi yang duduk di
sebelah saya sambil menyalami saya dan memberikan jempolnya untuk si Marc.
“Masih
tetap Rossi, Pak?” goda saya agar si bapak perpindah idola.
“Tentulah.
Sampai kapan pun tetap Rossi,” kelakarnya.
Ya,
kebahagiaan saya makin komplet karena di seri ke-17 MotoGP musim 2014 itu
Marquez yang keluar sebagai pemenang. Duo Yamaha, Rossi dan Lorenzo mendampingi
Marc dengan finis di urutan kedua dan ketiga. Marquez boleh menang, tapi
Rossi-lah yang selalu jadi idola. Jangan tanya bagaimana suasana di Sepang
tepatnya di depan podium. Sambil bertepuk tangan untuk si Spaniard, fans
tak berhenti mengelu-elukan nama The Doctor. Rossi seakan paham cara membalas
antusiasme pendukung fanatiknya. Ia lalu mengangkat helm tinggi-tinggi dan
sedikit membungkuk sebagai tanda terima kasih atas dukungan kepadanya dari atas
podium.
Jorge Lorenzo di Sepang/rid |
Seri
ini tak lagi mempengaruhi hasil kejuaraan MotoGP 2014 karena Marquez resmi
sebagai juara dunia untuk kali kedua saat ia turun di seri ke-15 GP Jepang, di
Sirkuit Motegi. Meski ia finis kedua setelah Lorenzo, torehan ini sudah sangat
cukup dan poin yang dimiliki saat itu tak mungkin terkejar pembalap lain meski
masih menyisakan tiga seri lagi.
Saya
kira Pedrosa yang paling memukau sore itu. Membalap dari grid kedua
setelah Marquez, pembalap Spanyol ini tampil cukup apik. Sayang, ia sempat
terjatuh saat balapan baru berlangsung beberapa lap. Ia bisa kembali ke
lintasan dengan berada di posisi paling buncit. Pedrosa memang pembalap
istimewa. Dalam kondisi yang tak menguntungkan itu ia pantang menyerah.
Hasilnya, ia bisa menyodok ke jajaran 10 besar. Fantastis !
Sayang,
Sepang tak membawa keberuntungan bagi runner up 2012 itu. Ia terjatuh
untuk kali kedua. Kali ini motornya terlalu parah untuk bisa diajak berlomba.
Pedrosa pun mesti gigit jari karena hanya mampu merampungkan 12 lap dari total
20 lap.
Angka
100 sangat pantas diberikan kepada penggemar setia The Doctor sore itu. Malah
ada segerombolan pemuda yang nekat berdandan heboh demi Rossi. Mereka memakai
kaos warna biru yang masing-masing mewakili susunan nama Rossi. Jika mereka
berjajar menjadi satu, jadilah tulisan Valentino Rossi.
Tak
lupa mereka mengenakan rambut palsu warna-warni plus wajah dihias bendera
Italia. Saking hebohnya mereka, banyak dari para penonton meminta foto bersama fans
setia jagoan Yamaha tersebut.
Fans setia The Doctor/rid |
Ajakan
dadakan seorang kawan untuk menonton MotoGP ini nyaris saya lewatkan. Ia
berhasil mengajak saya dengan iming-iming kapan lagi bisa melihat Rossi
membalap. Apalagi saat itu sempat tersiar kabar The Doctor segera pensiun. Ah,
rasanya saya ikut tidak rela jika ia harus mundur dari kejuaraan ini. Entah
bagaimana jika lintasan-lintasan balap terbaik di dunia ini tak ada lagi nama
Rossi sebagai pesertanya. MotoGP juga mungkin tak akan rela kehilangan peminat
mengingat fans The Doctor adalah yang paling banyak di seluruh dunia.
Semacam grid girls?/rid |