Para pembatik di rumah Go Tik Swan/rid |
Membatik itu ternyata pekerjaan yang sulitnya bukan main. Saya
tak bisa membayangkan betapa tekunnya para ibu yang masih setia membuat batik
tulis di kediaman Go Tik Swan ini. Mereka dengan telaten membikin hasil karya
warisan sang mpu batik, Batik Indonesia ,
yang jika dijual harganya bisa jutaan rupiah ini. Sehari berkeliling dan mengamati
praktik membatik tradisional para ibu ini membuat saya malu. Betapa tinggi
ketekunan, keuletan serta kesabaran mereka miliki demi menghasilkan sebuah seni
yang tak ternilai harganya ini.
Adalah Batik Indonesia
yang lahir dari tangan sang maestro batik, Go Tik Swan, dengan cara yang tak
biasa. KRAry Hardjosoewarno (pewaris Go Tik Swan) pun bercerita tentang lahirnya mahakarya sang mpu
batik ini. Saat itu Hardjonagoro sudah menjadi orang dekat Bung Karno. Selepas
makan malam, Bung Karno mendadak memintanya untuk membuat batik. Namun, batik
yang diinginkan sang Proklamator bukanlah batik Solo atau Yogyakarta maupun
Pekalongan dan Cirebon , melainkan Batik Indonesia .
“Pak Go terkejut dengan apa yang diucapkan Bung Karno.
Karena dia adalah orang yang bekerja untuk Soekarno, maka ia menganggap itu
sebagai perintah yang harus dilaksanakan. Ia merasa bingung campur ragu, tetapi
karena ini sudah perintah, maka mesti ia lakukan,” ucap lelaki asal Mandan , Sukoharjo, yang
setia mendampingi almarhum Go Tik Swan hingga tutup usia.
Tak kalah hebatnya dengan para peneliti, demi mewujudkan
perintah orang nomor satu se-Indonesia ini, Go Tik Swan juga melakukan survei.
Namun, metode yang diterapkannya berbeda karena ia menjalaninya sebagaimana
orang Jawa, yakni dengan laku (nglakoni).
Selain survei ke sentra batik, ia juga berziarah ke makam-makam orang suci di
berbagai tempat. Ia akhirnya mendapatkan ilham tentang ide batik Indonesia itu ketika berada di Bali .
Ia seakan mendapat “wahyu” lalu menuangkannya ke dalam gambar-gambar desain
setibanya di Solo.
Setelah jadi, karya itu ia perlihatkan ke hadapan Bung
Karno. Sang Presiden mengamininya dan memperkenalkannya kepada masyarakat
sebagai Batik Indonesia .
Batik ini adalah perpaduan antara batik gaya
klasik kraton (Solo, Yogyakarta) dan gaya
pesisir utara Jawa Tengah (Pekalongan). Maka yang terjadi adalah perkawinan
teknik sogan dengan pewarnaan multiwarna khas pesisir.
Karyati, pembatik yang sudah 30 tahun mengabdi kepada Go Tik Swan/rid |
“Jadi Batik Indonesia
itu merupakan perpaduan motif lama disentuh dengan yang baru. Setiap polanya
ada filosofinya. Kalau ditotal motif yang beliau ciptakan sangat banyak, lebih
dari 100 buah,” cerita Supiyah, perempuan yang dulu bekerja dengan Go Tik Swan
yang kini menjadi pewarisnya bersama sang suami, Hardjosoewarno.
Supiyah meneruskan, setiap motif yang diciptakan Go Tik Swan
memiliki makna simbolik. Antara lain, batik Parang
Bima Kurda, Sawunggaling, Kukila Peksa Wani, Radite Puspita, Pisan Bali dan lain-lain. Selain itu, ia menerapkan konsep nunggak semi, yakni sebuah konsep
pengembangan kebudayaan yang didasarkan pada pokok (tonggak) kebudayaan lama,
mengenal yang lama untuk menciptakan yang baru.
Dari sekian karyanya itu, Sawunggaling yang menjadi master
of piece nya. Sawunggaling
sebenarnya merupakan nama tokoh heroik dalam cerita rakyat Jawa Timur yang
berjuang membela rakyat jelata memerangi penjajah Belanda. Namun, Sawunggaling versi Go Tik Swan
terinsipirasi dari sebuah arena pertarungan sabung ayam di Bali .
Ia terilhami dari pakaian Bali yang dikenakan
kawannya yang berlatar Sawunggaling
warna emas. Ia mengubahnya dalam warna campuran soga dan merah darah berlatar
hitam. Kali terakhir Hardjonagoro membuat motif batik Parang Baris Suryo Guritno yang dipersembahkan untuk Pakubuwana
XII.
Motif-motif ini masih diproduksi hingga sekarang. Para pewaris Go Tik Swan tak pernah mengubah motifnya,
tetapi hanya melakukan pengolahan warna atau mengubah latarnya saja. Tak perlu
membuka butik atau showroom khusus untuk memasarkan batik yang superekslusif
ini karena mereka sudah memiliki langganan tetap. Mulai dari para menteri,
anggota dewan hingga mantan Presiden
RI sekaligus putri sang
proklamator, Megawati Soekarno Putri.
Batik motif Sawunggaling/rid |
Jika tak memiliki uang dengan nominal hingga level jutaan, jangan
coba-coba memesannya. Sebab, harga kain batik buatan rumah batik Go Tik Swan
ini mencapai Rp7,5 juta. Selain itu, waktu pengerjaannya sangat lama, jika
motifnya biasa maka dibutuhkan waktu 4-5 bulan, tapi kalau yang dipesan sekelas
Sawunggaling, bersiaplah menanti
hingga 6 bulan demi mendapatkan karya monumental ini. Namun, harga yang paling
fantastis itu khusus untuk batik Tumurun Sri Narendra yang pernah dibuat Go Tik
Swan untuk Pakubuwana XII saat jumenenangan yang ke-32.
“Pakai batik seharga Rp7 juta? Ini penjahitnya sudah grogi
apalagi yang pakai,” celetuk seorang kawan saat kami mengetahui nilai jual
batik karya sang maestro ini.
Tapi Edi, salah seorang karyawan di rumah batik ini memberi
penjelasan, jika pelanggan membatalkan pesanannya tak jadi soal, karena sudah
ada pelanggan lain yang siap sedia membeli batik itu. Bahkan, saat kami
menyambangi rumah ini, tak ada kain batik yang benar-benar sudah jadi atau ready stock, karena semuanya sudah
terjual dan yang tengah dalam proses pembuatan itu juga sudah ada pembelinya.
Dulu Hardjonagoro memiliki karyawan yang lumayan banyak,
tetapi seiring dengan berjalannya waktu, kini tinggal puluhan. Sebab, mencari
pembatik sekarang tak mudah. Namun, masih ada beberapa pembatik yang setia
mengabdi hingga puluhan tahun. Salah satunya yang saya temui adalah Karyati.
Perempuan ini boleh dibilang satu-satunya pembatik penyusun pola yang masih
tersisa di rumah batik Go Tik Swan.
Membuat pola/rid |
Saat kami menyambanginya, perempuan yang sudah berumur ini
tengah membuat pola pada sehelai kain putih yang hanya diberi garis bantu.
Indra penglihatannya masih sangat jeli, begitu juga dengan tangannya yang
menari lincah di atas kain putih dengan cantingnya, luar biasa. Wah, saya kalah
telak! Uletnya, rajinnya, sabarnya, semuanya.
Berada di kompleks ndalem Surolayan ini sangatlah nyaman.
Pendapa yang terletak di belakang rumah lengkap dengan suasana tenang tanpa
bising suara kendaraan bermotor membuat kami betah berlama-lama di rumah yang
memiliki nilai historis yang mengagumkan. Di samping itu, saya kagum melihat
para penerus Go Tik Swan ini yang senantiasa menjaga warisan tak ternilai
harganya ini hingga saat ini.
Kunjungan singkat ini memberi saya banyak pelajaran
berharga. Mulai dari mengenal lebih dekat sang seniman batik, melihat
karya-karyanya dilestarikan hingga sekarang serta kontribusinya terhadap
kebudayaan tradisional terutama Jawa.
Pewaris Go Tik Swan, K.R.Ar. Hardjosoewarno (kanan) dan istrinya, Supiyah/rid |