Senin, 04 Maret 2013

River Tubing Sungai Oyo Rasa Coffeemix

River tubing Sungai Oyo, Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul
Mendengar kata Pindul perhatian saya sukses teralihkan. Bagaimana tidak eksotisme goa yang lengkap dengan aliran sungai di dalamnya tengah menjadi perbincangan banyak orang akhir-akhir ini. Apalagi sempat beberapa kali rencana menjajal sensasinya selalu batal. Maka tak perlu berpikir panjang untuk mengiyakan ajakan dadakan untuk melancong ke Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Yogyakarta pada Sabtu (2/3) sore.
Hujan mengguyur cukup deras mengiringi laju menuju Pindul. Bahkan sesampainya di desa wisata ini bulir-bulir air tak mau juga berhenti. Peluang untuk mengarungi Pindul pun 50:50. Alam pun akhirnya berbicara. Cave tubing Pindul resmi ditutup karena cuaca dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilalui.
Sudah sampai di tempat ini sayang sekali jika harus balik kanan dan tak membawa pulang cerita apa-apa. Singkat kata sore seusai hujan lebat, river tubing di Sungai Oyo resmi dilakukan. Rombongan kami berjumlah tujuh orang ditambah lima orang dari rombongan lain seketika diangkut dengan mobil bak terbuka menuju titik dimulainya penjelajahan ke sungai yang memiliki panjang kurang lebih 3km ini.

Jalanan menuju tempat dimulainya river tubing tak bisa dianggap remeh. Mungkin Bupati Gunung Kidul belum pernah mampir ya. Struktur aspal sudah terkikis diganti dengan bebatuan keras bercampur lumpur. Cocok sekali untuk medan off road. Mobil pick up yang kami tumpangi membelah sawah dan ladang milik warga setempat. Kami disuguhi dengan warna-warna hijau alam lengkap dengan tanaman kayu putih yang memang banyak dijumpai di kanan kiri kami.
Sedikit berjalan dari tempat parkir mobil, terhamparlah di depan mata sebuah sungai cukup lebar dengan aliran yang cukup deras. Hujan yang baru saja mengguyur membuat volume sungai naik drastis. Bahkan sebuah jembatan penghubung pun tertutupi arus sungai. Benar-benar besar sekali alirannya.
Kecuali untuk urusan wajib seperti mandi, minum dan sebagainya, air menjadi tidak begitu menarik. Air asin yang terhampar di lautan ataupun air tawar yang mengaliri sungai-sungai, memberikan kesan tersendiri. Setiap menyambangi pantai saya tidak akan capek-capek membasahi diri untuk bermain air asin itu. Memandang landscape ciptaan Tuhan yang berada di sekeliling pantai itu saja sudah cukup. 

Maka ketika dihadapkan pada satu bagian air yang tampak begitu dahsyat itu hanya decakan kagum yang bisa saya lafalkan. Sembari berdoa semoga aman-aman saja untuk diarungi. Saya jadi teringat ajakan rafting yang saya batalkan beberapa waktu lalu karena mengingat riwayat saya dengan si air. Tapi saya sudah berada di sini tak mungkin berhenti. The show must goes on, sodara.
Pemandu kami yang terdiri dari tiga orang meyakinkan ekspedisi Oyo ini aman untuk dilalui. Meskipun volume air sungai naik, tidak akan membahayakan bagi para pengunjung. Maka river tubing dengan menggunakan ban dalam super besar dimulai. Masing-masing orang harus memegang orang tali ban milik kawan yang ada di sebelahnya. Cara ini agar serombongan tidak terpisahkan.
Sayangnya, jalur sungai yang melewati tebing-tebing serta air terjun tidak dapat dilalui karena derasnya arus sungai. Tak apa yang penting selamat sampai tujuan, hehehe. Sempat dag dig dug saat menceburkan diri ke sungai dan duduk di atas ban. Apalagi ban-ban kami perlahan mulai bergerak maju dan menengah. Olala, arusnya deras tetapi tenang. Kondisi ini membuat saya cukup tenang, karena tidak ada semacam pusaran air yang harus dilalui.
Aliran air yang cukup tenang setidaknya turut menentramkan hati dan pikiran yang sempat gonjang-ganjing. Hingga akhirnya pemandu kami mengatakan di titik tertentu kami harus mendarat dan jalan beberapa langkah baru kemudian kembali terjun ke sungai. Sebab, di titik itu ada pertemuan arus yang menyebabkan seperti pusaran atau gelombang air yang cukup dahsyat.
Oke, hati yang sudah tenang ini pun mulai dag dig dug lagi. Degupnya bertambah keras karena 10 meter di depan sana air bergejolak seperti siap menelan kami mentah-mentah. Tuhan, selamatkan saya saat ini juga. Seperti sebuah jeram-jeram, riakan air itu terlihat berputar deras dan menyambut kami dengan tangan terbuka seolah mengucapkan selamat datang di Oyo.
Saya pasrah pada keadaan saja apapun yang terjadi. Lalu berikutnya adalah seakan diseret ombak ban-ban kami mulai meluncur tak beraturan seperti tengah berada di antara gelombang air pasang yang mengamuk. Sedetik dua detik hingga beberapa menit setelahnya benar-benar memacu adrenalin. Rintangan pertama sukses meski beberapa kawan sempat menerobos batang bambu yang malang melintang di sungai.
Belum sempat bernafas lega rintangan berikutnya siap menghadang. Kali ini degup saya berpacu semakin tak karuan. Mencoba merapal doa-doa agar lolos dari ujian ini. Namun tampaknya skenario Tuhan lebih canggih. Rombongan bergerak kacau serampangan. Kami mencoba menghindar agar tidak menabrak batu besar yang berada di sisi kanan sungai.
Arus sungai yang super deras seakan tak ada kata maaf sepertinya kami telah lancang melewati wilayah kekuasaannya. “Ampun, beribu ampun. Mohon berbaik hati kami tidak akan macam-macam,” mungkin gumamku seperti itu. Tuhan memang super keren, tabrakan tak terlekkan. Benturan keras antar ban membuat saya jadi korban. Seperti yang sudah saya takutkan beberapa waktu lalu, ban yang saya duduki terbalik dan dengan sukses menceburkan saya ke sungai dalam kondisi terbalik. Lalu merasakan enaknya coffeemix ala Oyo. Wuekkkkk tidak enakkkkk!!!!!!

Maka cerita selanjutnya adalah kepanikan yang luar biasa. Jantung berdetak sangat kencang dan semuanya mendadak kaku. Ketakutan seketika menyergap dan memenuhi pikiran saya. Sepertinya saya akan tenggelam. Tabrakan super keras itu juga memisahkan rombongan kami menjadi dua bagian. Seorang kawan dan pemandu kami berupaya menolong dan menepikan saya ke kanan sungai. Setelah adegan hampir tenggelam itu selesai, badan saya terguncang hebat. Seluruh tubuh gemetar seperti ketika saya ketakutan saat bersnorkeling di Karimunjawa tahun lalu. 
Gemetaran ini sungguh tidak wajar karena selalu terjadi saat saya benar-benar panik. Bukan hanya tangan dan kaki yang menggigil tetapi rasanya sampai ke jantung. Aduh, kali terakhir kondisi seperti ini saya alami ketika mengalami kecelakaan motor dua tahun lalu. Motor yang saya naiki bertabrakan dengan sebuah sedan yang membelok tanpa komando. Selain luka-luka badan saya mendadak gemetar seperti ini.
Saya tidak ingin kepanikan ini terjadi seperti waktu itu. Guncangan keras yang saya alami membuat seluruh badan saya kaku. Jantung saya seakan tercekat hingga akhirnya saya merasa setengah sadar. Seluruh badan saya tidak bisa bergerak sama sekali, pandangan kabur dan sesak nafas serta sulit berbicara. Babak berikutnya saya berada di UGD dan sudah terpasang alat bantu pernafasan serta adegan merongten untuk mengetahui apakah ada tulang saya yang patah atau tidak. Saya seperti mau mati saja.
Di sungai saya masih sadar sepenuhnya. Pemandu kami meminta saya untuk kembali menduduki ban. Namun, saya meminta waktu sejenak agar getaran hebat tubuh ini sedikit mereda. Bismillah, perjalanan menyempurnakan susur sungai kembali dimulai. Syukur, jaraknya tidak jauh lagi. Dag dig dug ini tak jua mau berhenti. Kemudian garis finis. Misi pendaratan sukses tapi tidak dengan gemetar di badan.         

“Wah-wah sama air kok takut. Justru itu sensasinya nyebur ke sungai. Enggak apa-apa itu,” celetuk seorang kawan.
“Kalau arusnya biasa-biasa saja enggak seru. Ini baru petualangan arus deras seperti ini,” timpal seorang kawan lagi.
Apapun pendapat mereka saya amini saja. Saya tidak membantah bahwa saya memang takut air. Saya yang lebih tahu kondisi saya sendiri mampu atau tidaknya melampui itu semua. Anyway, pengalaman ini tak akan terlupakan. Tenggelam untuk beberapa kalinya tidak buruk. Laut sungai dan sejenisnya tetap saja saya tidak ingin bersahabat dengan mereka semua.
Kami memang musuhan sejak pertama bersua. Sejak SMP saat saya pertama kali belajar berenang. Tenggelam di hari pertama membuat saya bersumpah serapah tidak akan mencoba berenang lagi hingga hari ini. Tapi eksotisme pantai-pantai di bumi Indonesia ini tidak menyurutkan langkah saya untuk menjejakkan kaki saya di setiap jengkal tanah negeri ini. I Love You Indonesia.

0 Komentar:

Posting Komentar