Rabu, 08 April 2015

The Story of Goryeo (6): Mencari Anak Tangga di Haneul Park

Haneul Park di kompleks World Cup Stadium, Mapo-gu, Seoul/rid
Satu-satunya alasan mengapa saya ingin sekali pergi ke Haneul Park adalah karena saya termakan drama Korea berjudul Angel Eyes yang dibintangi oleh Go Hye-sun dan Lee Sang-yoon yang tayang April hingga Juni tahun lalu. Dalam sejumlah scene, kedua artis kawakan Korea itu beradu akting di tangga berlatar pemandangan Kota Seoul dan Sungai Han.
Sejak kepincut tempat itu, saya langsung punya ide sedikit gila seandainya saya bisa ke Korea, maka saya harus menemukan tempat itu. Saat itu saya tak tahu apa nama tempat yang digunakan untuk syuting serial tersebut. Alhasil, saya mencari lewat dunia maya taman-taman yang unik di Seoul.  
Beruntung, teman dari kawan saya, Ata, teh Nia, sudah paham seluk beluk Seoul. Ketika Ata bercerita kepada teh Nia, ia langsung paham soal taman yang saya maksud. Betapa senangnya seandainya saya bisa menjejakkan kaki di tangga kayu berlatar pemandangan Kota Seoul itu.
Kesempatan untuk menjelajahi Haneul Park tak saya lewatkan ketika saya akhirnya memijakkan kaki di Negeri Ginseng ini, Oktober tahun lalu. Kunjungan ini saya lakukan dengan kawan seperjalanan saya, Ata, sebelum pergi ke YG Building. Kedua tempat ini memang berada di satu kawasan di Mapo-gu, Seoul. Hanya, jika Haneul Park terletak di kompleks World Cup Stadium di Seongsan-dong, sedangkan YG Building di Hapjeong-dong.
Bagian depan Haneul Park/rid
Sesampainya di World Cup Stadium, saya sempat dibuat bingung di mana letak Haneul Park. Maklum, saking luasnya kompleks stadion yang pernah digunakan untuk Piala Dunia 2002 ini. Satu lagi yang bikin pusing, papan petunjuk di sana hanya ada dalam bahasa dan huruf Hangul.  
Alhasil, saya mondar-mandir enggak jelas di depan stadion dan berharap mungkin ada warga sekitar yang melintas. Saat itu bukan akhir pekan jadi tak heran jika kompleks yang biasa digunakan untuk berolahraga ini cukup sepi. Pencarian itu kian bikin putus asa lantaran hujan turun tanpa permisi. Perjalanan hari itu memang salah di awal karena kami tak mengecek prakiraan cuaca. Hujan siap mengguyur Kota Seoul baru saya sadari ketika di subway hampir semua orang menenteng payung.
Satu pelajaran lagi saya dapatkan. Prakiraan cuaca yang bisa dicek lewat aplikasi handphone atau dilihat dari televisi di Korea terbilang akurat. Jika hari itu diperkirakan hujan, maka mereka pasti membawa payung. Jas hujan jelas sulit ditemukan karena di sana orang jarang mengendarai motor tak seperti di sini.
Keberuntungan sepertinya berpihak kepada kami berdua ketika mencoba bertanya pada seorang ahjussi, sebutan untuk paman dalam bahasa Korea, yang tengah memarkir mobil di bahu jalan raya sebelah stadion. Kami sempat ragu apakah ia bisa berbahasa Inggris atau tidak. Tapi, kalau di sana tak nekat bertanya saya yakin bakal tersesat terus.
Annyeonghaseo, ahjussi. Do you know where is it Haneul Park?” tanya kami kepada paman yang kemungkinan seorang teknisi atau tukang reparasi mengingat di dalam mobilnya terdapat berbagai peralatan.
Ia pun langsung menjawab dengan bahasa Ibunya, Korea. Saya dan Ata langsung saling berpandangan tanda tak paham. Ya, kami memang hanya sedikit mengerti bahasa Korea. Tapi, kalau diucapkan begitu cepat seperti itu mana kami paham.
Haneul Park, Ahjussi. Do you know it?” ulang Ata.
Syukurlah, sang paman tampaknya menangkap apa yang kami maksud. Ia lalu menunjukkan arah yang mesti kami lalui untuk sampai ke sana. Kalau seperti ini jelas kami tak bisa sampai karena benar-benar tak paham apa yang ia ucapkan. Tanpa diminta si paman lalu mengambil secarik kertas dan pulpen dari dashboard mobilnya dan mulai menggambar semacam peta.
Ia kemudian menandai beberapa titik yang harus kami lewati hingga sampai di Haneul Park. We’ve got it ! Kami pun tak lupa mengucapkan terima kasih yang sangat banyak atas bantuannya dan segera menyeberang ke arah berlawanan karena ternyata letak taman itu berseberangan dengan World Cup Stadium.

Haneul Park/rid
Saya kira kami memang sudah sampai di Haneul Park ketika sudah terlihat papan nama yang cukup besar. Pada kenyataannya itu baru pintu masuk karena taman yang sesungguhnya ada di atas bukit. Kami harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk sampai ke sana.
Apesnya, saat itu hujan turun tanpa ampun. Beruntung di pintu masuk itu disediakan semacam shuttle bus bagi pengunjung yang tak mau bercapek ria jalan kaki ke atas dengan membayar beberapa ribu won. Sebenarnya sayang kalau mesti merelakan uang saku yang cukup berharga demi menaiki kendaraan pengantar ini. Tapi, tak ada jalan lain kecuali kalau kami ingin hujan-hujanan dan itu bukan pilihan bagus.
Kami mesti berteduh lagi karena hujan kian deras. Saya dan Ata pun berkumpul berbagi tempat dengan sejumlah anak TK yang sedang menggelar acara di sebuah gazebo yang tak terlalu besar di samping taman. Saya langsung terpesona betapa indahnya taman ini. Sejauh mata memandang dimanjakan dengan warna hijau ilalang yang membentang sepanjang taman. Di sisi depan terhampar bunga-bunga berwarna ungu, merah, dan putih.
Setelah hujan mereda dan menyisakan gerimis kecil, misi mencari tangga Haneul Park dimulai. Belum juga masuk taman yang ditumbuhi ilalang panjang itu, kami bertegur sapa dengan seorang ahjussi. Dengan bahasa Korea yang begitu cepat, kami sedikit menangkap maksudnya bahwa ia ingin difoto dengan latar taman. Saya dan Ata tak sendiri. Di sekeliling kami banyak para orang tua seperti ahjussi dan ahjumma yang turut menikmati taman ini.
“Mbak, kok kebanyakan orang tua ya. Anak mudanya jarang banget. Jangan-jangan ini taman khusus orang tua,” seloroh Ata.
Kami sepertinya baru sadar karena sepanjang jalan banyak kami temui para orang tua. Tapi, itu tak jadi soal yang terpenting kami sudah sampai di sini dan sayang jika mesti balik kanan mengingat apa yang harus kami tempuh untuk sampai di taman sekeren ini.
Yang bikin saya tambah kagum sebenarnya adalah awal mula bagaimana Haneul Park ini ada. Ternyata taman ini dulunya adalah gundukan sampah. Kota semotropolitan dan sepadat Seoul jelas menyisakan sampah yang sangat banyak di tahun 1993. Pada tahun 1994 pemerintah mulai mengubah kawasan sampah itu menjadi taman. Total ada enam taman di kompleks World Cup Stadium demi mendukung penyelenggaraan Piala Dunia 2002 saat Korea menjadi tuan rumah bersama Jepang.

View dari Sungai Han dari Haneul Park/rid
Haneul dalam bahasa Korea berarti sky alias langit adalah yang paling tinggi di antara kelima taman lain. Luasnya mencapai 192.000 meter persegi. Terdapat sebuah jembatan di atas jalan raya yang terkoneksi langsung dengan stadion. Taman ini juga dilengkapi 291 anak tangga yang bisa membawa kita ke puncak taman. Dan tangga inilah yang saya cari.
Sebelum berputar lebih jauh ke dalam taman, kami pun duduk sebentar di rest area yang berada di depan taman. Di kanan kiri kami banyak nenek-nenek dan ahjumma yang saling mengobrol sambil memakan bekal mereka di gazebo.
Betapa senangnya ketika ada dua orang nenek yang menawari kami untuk bergabung makan bersama. Bukan makan besar, tapi berbagi kacang kenari dan entah teh atau kopi hangat yang mereka bawa. Saya sempat kesulitan bagaimana mengupas kacang kenari yang sangat keras ini sehingga salah satu dari mereka mempraktikkan caranya.
Kami sebenarnya hendak berlama-lama di sana, tapi mengingat luasnya taman yang mesti kami kelilingi plus misi mencari tangga keramat yang belum ketemu membuat kami menolak ajakan sang nenek untuk makan bekal utama mereka.
Tapi, kebingungan lagi-lagi melanda. Ketidaktahuan arah membikin kami berdua seolah berputar-putar di tempat yang sama. Apalagi ilalang yang tumbuh begitu tinggi membuat kami tak bisa melihat jalan yang jelas kecuali jika berada di tempat yang lebih tinggi.
Demi apa, kami mendadak berjumpa lagi dengan ahjussi yang sempat meminta kami foto di depan taman. Keinginan untuk mengobrol menguap karena ia tak bisa berbahasa Inggris, sedangkan kami tak mahir bahasa Korea. Singkat kata kami ingin melihat Sungai Han dari taman ini. Dengan bahasa tubuh dan antah berantah, ahjussi itu seperti meminta kami mengikutinya.
Ata (kiri), ahjussi (tengah), kenalan kami/rid
Kami memang belum menemukan 291 anak tangga yang diidam-idamkan, namun pemandangan yang ia tunjukkan kepada kami bikin mulut kami ternganga. Entah apa jadinya kalau ia tak ada, kami tak bakal ketemu dengan tempat keren berlatar Sungai Han plus jembatan yang berdiri gagah membelah sungai paling besar di Korea itu.
Orang Korea benar-benar ramah. Kebaikan ahjussi yang tak sempat kami ketahui namanya itu tak berhenti di situ. Sebelum beranjak pergi ia bahkan menyerahkan bekal makanan dan mimunan yang dibawanya untuk kami. Satu kantong plastik berisi beberapa snack dan minuman kemasan. Tak ada yang bisa kami lakukan selain berterima kasih sangat atas kebaikannya. Mengantar kami melihat Sungai Han hingga memberi bekal makanan.
Persahabatan tak perlu harus memahami bahasa yang sama atau bangsa yang sama, kan? Kebaikan juga tak perlu menanti untuk dilakukan dengan mengenal kita terlebih dulu, bukan? Kami mendadak teringat hari-hari pertama tiba di Korea, tersesat di beberapa stasiun subway yang bikin panik. Setiap tersesat selalu ada warga setempat yang dengan senang hati membantu menunjukkan jalan. Meskipun, mereka mungkin tak paham bahasa kami dan tak bisa berbahasa Inggris dan tak kenal kami. Jadi terharu...
Tak apalah saya belum bisa menemukan tangga ajaib itu hingga kami memutuskan meninggalkan taman ini. Untungnya, hujan reda dan kami memutuskan berjalan kaki turun dari bukit keren luar biasa ini. Saya sempat ragu memilih jalan yang berbeda dengan jalan yang kami lalui saat berangkat.

Pilihan saya seakan membawa berkah karena saya akhirnya bersua dengan 291 anak tangga Haneul Park. Sayang, kami tak bisa melewatinya karena dalam masa perbaikan. Apa pun itu saya sangat bersyukur karena angan-angan aneh saya terwujud sudah. Berdiri di antara anak tangga lalu berfoto bernarsis ria berlatar Sungai Han. What a wonderful day ever
291 anak tangga di Haneul Park/rid

6 komentar:

  1. sering dengar kata ahjussi ketika nonton drama korea :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, ahjussi itu sapaan buat paman gitu, hahaha

      Hapus
  2. 291 anak tangga? ngebanyangin pegelnya kaki pas naik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau buat turun seh oke-oke aja mas, kalau naik mungkin cocok banget buat yang diet, hihihihi

      Hapus
  3. nice post!!
    ini salah satu tempat yang masuk itinerary tapi gak kesampean pas lagi di Seoul... #menyesalbelakangan

    BalasHapus
  4. hahaha, aku tahu solusinya, sista....
    balik lagi ke sana, wkwkkwkwkwkwk

    BalasHapus