Siang itu, Sabtu (31/7) mentari cukup bersahabat. Meskipun begitu sepertinya orang-orang di sekeliling saya tak terlalu peduli. Mereka tetap hilir mudik memadati sepanjang jalan Malioboro. Hari semakin sore sementara orang-orang yang melancong ke kawasan wisata belanja ini semakin padat. Maklum sore itu akan ada karnaval budaya yang melintasi jalan Malioboro.
Setelah puas berjalan dari ujung ke ujung kaki saya pun meminta haknya untuk sekadar beristirahat. Sebuah bangku kosong depan Gedung Agung menjadi tempat istirahat akhirnya. Di sekitar tempat saya duduk cukup ramai. Ada sebuah keluarga yang sekiranya sedang bertamasya dengan belanjaan cukup banyak. Namun ada pula yang sekadar bercengkerama menikmati sore.
Tak berapa lama, tiba-tiba sesosok gadis kecil menyeruduk di samping saya. Anak perempuan itu menyodorkan bekas tempat minum. Dia bukan sedang menawarkan minuman melainkan meminta-minta. Di area wisata ini memang banyak para peminta yang nongkrong dari pagi untuk meminta receh kepada para pengunjung.
Bocah itu membuat saya tertegun. Bagaimana tidak, usianya kira-kira 4 tahun. Bentuk wajah dan tubuhnya yang membuat hati saya miris dibuatnya. Kedua pelupuk mata gadis kecil itu menonjol ke depan. Struktur wajahnya menjadi aneh karena mata itu terlalu besar dan membuat mulut dan hidungnya tidak sinkron.
Dia berambut keperak-perakan. Entah memang asli atau sudah disemir. Pakaiannya kusut seperti orang belum mandi beberapa hari. Dia juga tak memakai alas kaki. Sementara jemari tangannya hampir tak terlihat. Sebab sepertinya antara jempol dengan jari lainnya menempel jadi satu. Kondisi kakinya tak begitu berbeda.
Selesai saya beri beberapa receh dia pun beranjak ke samping kanan kiri saya. Ternyata dia tak sendiri. Di dekatnya ada wanita dewasa, mungkin umurnya berkisar 30 tahun. Dia menunggu si anak dengan duduk dekat pagar Gedung Agung. Si kecil itu lalu menghampirinya dengan menyerahkan uang hasil minta-minta. Dia kelihatan lelah dan ingin sekali duduk. Namun wanita itu sepertinya terus memaksa si anak untuk meminta. Tak jarang terdengar nadanya membentak-bentak.
Setiap si kecil menghampiri wanita itu langsung menghardiknya. Seakan si anak tak ingin dibiarkannya beristirahat. Apalagi untuk sekadar duduk-duduk. Gadis kecil itu tak mampu berbuat apa-apa selain menuruti keinginannnya. Saya pun berfikir apa itu ibu kandungnya? Atau jangan-jangan hanya wanita yang disuruh orang untuk mendampingi si bocah. Kasar sekali perlakuannya. Gadis itu sakit, saya tahu benar. Namun saya pun tak mampu berbuat apa-apa menyaksikan kegetiran yang tengah berlangsung di hadapan saya.
Tuhan, bersyukur sekali saya mempunyai keluarga yang utuh dan untuk menghidupinya bapak dan ibu tak perlu meminta-minta. Sementara lihatlah anak kecil itu. Bahkan mungkin dia tak tahu mengapa ia lahir di dunia. Sekecil itu sudah menanggung beban teramat berat.
Saya tak kuasa lama-lama menyaksikan si kecil terlunta-lunta sedemikian rupa. Saya memilih berlalu pergi. Dan orang-orang di sekitar seakan tak peduli. Ya, mereka mempunyai kehidupan masing-masing yang penuh liku sendiri.
0 Komentar:
Posting Komentar