Sabtu, 21 Agustus 2010

Sudut Kota (episode 1)

Rasanya baru kemarin menginjakkan kaki di sebuah wilayah yang boleh dibilang pinggiran. Wilayah itu cukup kecil jika dibandingkan dengan empat kecamatan lainnya. Selain itu, masyarakat dan pamong pemerintahannya cukup aman dan damai. Memang, kecamatan ini bukan daerah yang rawan konflik. Namun, masyarakat di sini mempunyai tipikal tersendiri.
Susunan rumah mereka juga khas sekali dengan daerah perkotaan. Rumah satu dengan lainnya begitu berdekatan sehingga tak ada yang bisa disebut sebagai halaman. Karena ruang itu boleh jadi sudah masuk ke dalam akses jalan. Maka masalah yang timbul tak jauh-jauh dari sanitasi dan air. Maklum, dengan proporsi tempat seperti itu seringkali tak punya ruang untuk sedikit terbuka. Sementara di beberapa tempat banyak terserang masalah kesehatan terutama demam berdarah.
Mereka harus rela berbagi kamar mandi. Sebab tak semua rumah mempunyai fasilitas yang penting ini. Kemudian dibangunlah tempat MCK komunal yang terdapat di kampung-kampung itu. Proyek sanimas pun juga bertebar di sudut-sudut tempat padat penduduk ini. Bahkan di beberapa lokasi mereka membuat dapur komunal. Rumah dengan ukuran 3 x 4 pun tak jadi soal. Asal punya tempat untuk sekadar beristirahat dan berkumpul bersama keluarga.
Di sudut lain, ada beberapa kawasan dijadikan tempat usaha. Misalnya ada satu kawasan yang hampir sekampungnya berprofesi sebagai pembuat blangkon. Setiap pagi, di gang sempit itu berjajar blangkon-blangkon dengan berbagai jenis dan bentuk. Belum lagi sebuah daerah yang memproduksi kok yang biasa digunakan dalam olahraga badminton. Ada pula yang masih eksis mengembangkan tradisi dengan melestarikan pembuatan tosan aji atau keris beserta sarungnya.

0 Komentar:

Posting Komentar