Kamis, 06 Juni 2013

Jejak Tsunami di Tanah Rencong

Masjid Baiturrahman, Banda Aceh/rid
Saat bencana tsunami melanda Aceh, saya masih duduk di Kelas III SMA. Saya hanya mampu ternganga dan menatap pilu bagian dari bumi Indonesia yang tengah diterpa bencana superdahsyat yang meluluhlantahkan lebih dari separuh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini pada tahun 2004 silam. Saya tak bisa membayangkan betapa pilu dan menderitanya saudara se-Tanah Air saat itu. Selain berdoa untuk keselamatan mereka, saya dan beberapa teman pun membantu lewat uang saku yang kami sisihkan melalui sebuah rekening salah satu stasiun televisi swasta. Meskipun tak seberapa, minimal kami membantu semampu kami.
Setelah sembilan tahun berlalu, Tuhan memperkenankan saya menapakkan kaki di bumi Serambi Mekkah ini tepatnya di Banda Aceh. Tempat-tempat yang menjadi saksi ganasnya tsunami yang terjadi 26 Desember 2004 membawa saya dan empat kawan saya mendamparkan diri di provinsi paling barat Indonesia ini. Tepatnya, Mei 2013 lalu kami berkesempatan untuk menjadi saksi sisa-sisa betapa Maha Kuasanya Tuhan yang menciptakan bumi dan seisinya ini.
Tak hanya nikmat tetapi, manusia juga diuji lewat berbagai halangan dan rintangan. Bencana sembilan tahun lalu itu meluluhlantahkan 60% bumi Aceh serta menewaskan kurang lebih 75.000 korban jiwa.
Saya dan kawan-kawan dibuat kaget karena kami tak perlu mengeluarkan banyak ongkos untuk membeli tiket untuk menyambangi beberapa tempat bersejarah peninggalan bencana alam tsunami di Aceh ini. Bahkan, hampir semuanya gratis.

Museum Tsunami Aceh/rid
Pertama, Anda wajib mengunjungi Museum Tsunami Aceh yang terletak di pusat kota. Museum ini diarsiteki oleh Ridwan Kamil yang sekarang menjabat sebagai Walikota Bandung ini dibangun sebagai monumen simbolis memperingati bencana tsunami. Museum ini terdiri dari empat lantai dengan luas 2.500 m² yang dinding lengkungnya ditutupi relief geometris. Di dalamnya, pengunjung masuk melalui lorong sempit dan gelap di antara dua dinding air yang tinggi — untuk menciptakan kembali suasana dan kepanikan saat tsunami. Jika dilihat dari atas, atapnya membentuk gelombang laut. Lantai dasarnya dirancang mirip rumah panggung tradisional Aceh yang selamat dari terjangan tsunami.
Saya benar-benar merasa merinding saat memasuki lorong-lorong di museum ini. Terlebih saat masuk ke sebuah ruangan gelap yang jika dilihat lebih detail pada  temboknya terpampang nama-nama korban tsunami yang meninggal dunia dengan bagian paling atas dan ujung bertuliskan lafal Allah dalam bahasa Arab. Tak henti-hentinya saya berdoa bagi mereka yang telah dipanggil yang Maha Pencipta agar mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya.
Museum ini juga dilengkapi dengan ruangan audio visual yang menayangkan film dokumenter tsunami Aceh. Film pendek ini memberikan gambaran kepada kami betapa mengerikannya tsunami yang membuat bumi Aceh porak-poranda. Bangunan rusak parah, rumah dan kendaraan hanyut hingga manusianya turut menjadi korban.
PLTD Apung/rid
Kedua, Anda harus melihat lebih dekat Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung yang terseret sejauh 5 km dari lepas Pantai Ulee Lheue. Kapal berbobot 2.600 ton ini terdorong ke daratan sejauh oleh dahsyatnya tsunami hingga ke Gampong Punge Blang Cut, Banda Aceh. Kini PLTD ini tak lagi difungsikan dan diabadikan sebagai salah satu tempat bersejarah tsunami Aceh.
Bayang pun, kapal PLTD apung yang mulanya terletak di tengah laut bisa terseret jauh ke daratan karena bencana ini. Saat saya melihat langsung kapal ini besarnya seperti kapal pesiar. Saya tak bisa membayangkan gelombang sedahsyat apa yang bisa membawa kapal raksasa ini terlempar ke daratan.

Monumen Kapal di Atas Rumah/rid

Ketiga, monumen kapal di atas rumah yang terletak di Lampulo. Kapal ini menyelamatkan 59 jiwa saat tsunami menerjang Desa Lampulo. Kini kapal ini dibiarkan berada di atas atap rumah seperti tahun 2004 lalu dan menjadi bagian dari situs tsunami. Keterkejutan saya tak habis-habis. Sungguh tak masuk akal ada kapal nangkring di atas rumah jika bukan karena bencana yang begitu hebatnya menerpa Aceh ini.
Desa Lampulo sendiri merupakan daerah yang paling parah rusaknya saat tsunami 2004 lalu. Kapal nelayan sepanjang 18 meter itu kini tersangkut di lantai 2 rumah milik Ibu Abasiah, yang menjadi salah satu korban tsunami yang selamat.

 
Kuburan Massal di Ulee Lheue/rid
Keempat, kuburan massal korban tsunami Ulee Lheue yang terletak di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh. Lebih dari 14.262 korban jiwa dimakamkan di tanah lapang yang terletak di depan bekas rumah sakit dekat dengan pelabuhan Ulee Lheue ini. Bulu kuduk saya semakin merinding setibanya di tempat ini.
Meski hari masih siang, memasuki area ini perasaan pilu mendadak menyelimuti. Bukan hanya puluhan atau ratusan orang yang dimakamkan di area yang ditutupi rumput hijau seperti lapangan bola ini. Akan tetapi, belasan ribu ! Allahu Akbar ! Semoga mereka yang sudah berpulang khusnul khatimah, amin.
Lokasi kuburan massal ini sendiri terletak di halaman dekat bekas gedung RSUD Meuraxa, Banda Aceh. Korban belasan ribu jiwa ini yang dikubur dalam satu liang tanpa nisan. Hanya terdapat tiang penanda dari besi sebagai tanda kuburan untuk orang dewasa dan kuburan anak anak. 


Masjid Baiturrahim/rid
Kelima, Masjid Baiturrahim, Ulee Lheue. Masjid ini merupakan satu-satunya bangunan yang masih berdiri tegak di Ulee Lheue saat tsunami terjadi 26 Desember 2004. Masjid ini sangatlah bersejarah karena merupakan peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Saat itu masjid tersebut bernama Masjid Jami’ Ulee Lheu. Pada 1873 ketika Masjid Raya Baiturrahman dibakar Belanda, semua jamaah masjid terpaksa melakukan salat Jumat di Ulee Lheue dan sejak saat itu namanya menjadi Masjid Baiturrahim. Ketika tsunami hanya 20% bangunan dari masjid ini yang rusak. Selebihnya, rumah untuk beribadah umat Islam ini masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Replika Masjid Baiturrahman Banda Aceh/rid

Keenam, Masjid Raya Baiturrahman. Adalah sebuah masjid yang berada di pusat Kota Banda Aceh. Masjid ini dahulunya merupakan masjid Kesultanan Aceh. Masjid ini sempat dibakar saat Belanda menyerang Aceh pada 1873 namun, dibangun kembali pada 1875.  Masjid ini diperluas hingga memiliki 7 kubah dan empat menara serta dapat menampung hingga 9.000 jamaah. Saat tsunami, masjid ini masih berdiri kokoh. Peristiwa ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur, berlaku arif, rendah hati dan meminta pertolongan serta perlindungan hanya kepada Allah yang Maha Kuasa.

17 komentar:

  1. wah penjelasan buat gambar mesjid baiturrahim mana ya ?
    kok ga ada ?

    http://musikanegri.blogspot.com/2014/04/gunongan-bukti-cinta-sultan-kharismatik.html
    mditunggu komentarnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, mau ditambah belum sempat-sempat.
      Terima kasih sudah mengingatkan

      Hapus
  2. Aceh memang indah... Saya selalu dibuat kagum dengan kebaikan orang2 Aceh. Museum Tsunami, suatu hari saya ingin ke sana. Insya Allah..

    BalasHapus
  3. mantap. jangan lupa mampir kemari ya : http://charmingaceh.blogspot.com/2014/04/jangan-ke-banda-aceh.html

    BalasHapus
  4. jangan lupa mampir kemari ya : http://bandaacehvisit.blogspot.com/2014/04/banda-aceh-icon-para-cendekia-aceh.html

    BalasHapus
  5. jangan berhenti mempublikasi Banda Aceh bansingom donya. lomba bukan segala-galanya kalah menang biasa. sukses terus. oya jangan lupa juga di comen tulisan di link ini ya..plese dech.http://informasi-syarif.blogspot.com/2014/03/hutan-kota-icon-paru-paru-serambi-mekkah.html

    BalasHapus
  6. trus berkicau lewat tulisannya, oya jangan lupa mampir ditulisan kami juga ya? ditunggu. trimk. http://informasi-syarif.blogspot.com/2014/03/hutan-kota-icon-paru-paru-serambi-mekkah.html

    BalasHapus
  7. menarik tulisannya... bagus dna saya suka..

    BalasHapus

  8. Undangan Menjadi Peserta Lomba Review Website berhadiah 30 Juta.

    Selamat Siang, setelah kami memperhatikan kualitas tulisan di Blog ini.
    Kami akan senang sekali, jika Blog ini berkenan mengikuti Lomba review
    Websitedari babastudio.

    Untuk Lebih jelas dan detail mohon kunjungi http://www.babastudio.com/review2014


    Salam
    Baba Studio

    BalasHapus