|
Juara Euro 2004, Yunani. www.uefa.com |
Saya kira
dari sekian hal gila yang pernah saya lakukan saat masih duduk di bangku SMA
adalah ketika nekat menyaksikan pertandingan final sepak bola terakbar di benua
biru Euro 2004 dini hari. Maklum, melihat televisi adalah hal langka bagi saya
dan teman-teman yang tinggal di asrama. Setidaknya dalam sepekan, kami hanya
diperbolehkan menonton kotak ajaib itu sekitar satu setengah hari saja saat
libur sekolah.
Namun,
perhelatan sepak bola termegah di Eropa itu untungnya digelar tepat seusai tes
ujian akhir yang wajib dijalani bagi kami siswa yang duduk di Kelas III atau
Kelas XII sekarang. Tapi tetap saja menonton para pahlawan di lapangan hijau
adalah sesuatu yang sangat langka. Apalagi tidak banyak teman-teman saya yang
gila dengan si kulit bundar ini. Mungkin saya yang paling gila, hahaha.
Euro 2004
merupakan gelaran ke-12 dengan Portugal yang bertindak sebagai tuan rumah. Ini adalah
Euro kedua yang saya ikuti setelah Euro 2000 saat masih SMP. Euro
Belgia-Belanda itu merupakan turnamen yang menyedihkan karena jagoan saya
Italia ditekuk Prancis 1-2 di babak final. Gol emas David Trezeguet membuyarkan
mimpi Azzuri untuk bisa membawa
pulang piala Henry Delaunay ini.
Partai puncak
Euro 2004 mempertemukan sang tuan rumah, Portugal melawan Yunani yang jarang lolos ke babak utama kompetisi prestisius ini. Gelaran empat tahun sekali
ini ketika itu dihelat pada 12 Juni hingga 4 Juli 2004. Benar-benar momen yang
tepat untuk menyaksikan aksi Christiano Ronaldo dkk melawan Timnas asal negeri
para dewa. Sayangnya babak terakhir itu disiarkan melalui televisi pada dini
hari. Jelas mustahil menontonnya apalagi di asrama.
Saya berpikir
keras bagaimana caranya bisa menjadi saksi ke tangan siapa tropi juara itu
diboyong. Meski saya lagi-lagi kecewa karena Azzuri tersingkir prematur. Bahkan, belum sempat menjejakkan
kakinya di perempat final, sedihnya. Tekad saya sudah bulat untuk mencuri
kesempatan, harus dapat. Mulailah saya membujuk beberapa kawan yang juga
penggemar bola untuk berbarengan nonton bola. Hasilnya, meski hanya segelintir
orang saja yang mau diajak kerja sama, hahahaha. Atau lebih tepatnya hanya satu
dua manusia saja yang mau.
Tepat tengah
malam aksi pun dimulai. Saya mencoba membangunkan teman saya untuk diajak
nonton. Apesnya, dia justru susah sekali untuk sekadar membuka mata. Wah, ide
saya hampir gagal. Saya coba berkali-kali tapi hasilnya nihil. Tidurnya yang
entah sudah terbawa mimpi sampai ke planet mana hampir mengkandaskan
kesepakatan yang telah dibuat. Misi terancam batal. Padahal selimut dan bantal
sudah saya tenteng sebagai bekal untuk siap tempur, hehehe.
“Ayo cepat
bangun. Jadi enggak nontonnya. Udah jam
segini nih, keburu mulai,”
Ajakan saya
malah dijawab dengan tarikan selimut dan pelukan erat guling. Kacau. Saya menyerah.
Saya melirik teman saya yang lain yang juga tengah tertidur pulas. Sebenarnya saya
tidak tega membangunkannya karena dia sama sekali tidak tertarik dengan
permainan yang sarat dengan kaum adam ini. Tapi apapun demi bola, hahaha. Saya
terkejut, dia benar-benar bangun. Perlahan-lahan saya bujuk dia untuk sekadar
menemani saya. Saya yakinkan ia tidak perlu ikut nonton, cukup menemani alias
tidur sembari saya melihat si bola sepak.
Dengan semangat
45 saya keluar kamar dan menuju ruang televisi yang terletak di bangunan utama.
Televisi itu ditempatkan di sebelah kamar tamu. Sampai di ruang tamu dengan
penuh percaya diri saya hendak membuka pintu. Sekonyong-konyong pintunya
tertutup dan terkunci. Skak mat. Saya
melirik teman saya yang ternyata tengah tertidur dengan bantal empuknya di
teras kamar tamu. Sepertinya tidak akan ada bantuan datang. Jika mengetuk pintu
dan minta dibukakan sama saja dengan bunuh diri.
Ide gila
muncul begitu saja. Di samping pintu terdapat dua buah jendela. Keduanya memang
juga dalam keadaan tertutup rapat. Saya berusaha keras untuk membuka salah
satunya. Jendela sebelah selatan cukup susah untuk dibuka dan memang
benar-benar tidak bisa. Hopeless sudah tapi masih ada satu jendela lagi. Pelan-pelan
saya mencoba membukanya agar tidak menimbulkan suara decitan keras. Dan berhasil,
yes.
|
Yunani menang atas Ceko di semifinal Euro 2004, www.uefa.com |
Maka yang
terjadi berikutnya adalah aksi lompat jendela dua perempuan di waktu dini hari.
Seolah-olah hendak membobol rumah korban pencurian saja,hehe. Sukses melewati
jendela, teman saya langsung memposisikan diri kembali ke mimpinya atau dengan
kata lain tidur. It’s a show time for
super soccer, hahaha.
Seorang teman
sempat mengajak saya bertaruh bahwa yang akan memenangkan laga adalah Portugal.
Insting saya mengatakan ini saatnya negeri para dewa yang berbicara. Kejutan akan
selalu hadir di lapangan hijau. Seperti halnya yang terjadi pada Republik Ceko
yang mampu menembus babak semifinal saat itu. Bola memang benar-benar bundar,
Yunani meraih untuk kali pertama sebagai kampiun Eropa dengan menekuk timnas
sepak bola berjuluk Selecção das Quinas
di depan publiknya sendiri.
Sepanjang pertandingan
hanya terdengar umpatan serta sorakan lirih yang berasal dari saya sendiri. Volume
televisi pun tak berani saya keraskan. Pasukan The Pirate Ship sukses merajai Eropa untuk yang pertama sepanjang
sejarah. Tim yang kerap kali gagal ke babak 16 besar turnamen ini menunjukkan
kesaktiannya dengan membungkam Portugal 1-0. Yunani juara, bro.
Lalu nonbar ini berakhir dengan aksi lompat
jendela lagi kemudian kembali ke kamar dan menenggelamkan diri dalam selimut. Sebab,
tinggal hitungan kurang dari dua jam azan subuh segera terdengar. Atau sebelum
penghuni lain bangun dari mimpi indah mereka. Keesokan harinya cukup saya dan
teman saya yang tahu apa yang terjadi pada dini hari itu.